BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH

ANDY PIO FILES

BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH

   

            Manusia dalam proses berpikir, berkomunikasi dan mendokumentasikan jalan pikiran untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, tidak terlepas dari alat yang disebut SARANA ILMIAH. Ada empat sarana ilmiah yang mempunyai peranan sangat mendasar bagi manusia yaitu Bahasa, Matematika, Statistika dan Logika.

            Sarana ilmiah merupakan ilmu yang merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berfikir induktif (metode pemikiran yg bertolak dari hal/peristiwa khusus untuk menentukan hal yg umum) dan deduktif (metode pemikiran yg bertolak dari hal/peristiwa khusus untuk menentukan hal yg umum) dalam mendapatkan pengetahuan. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan berfikir ilmiah, sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah. Sarana berfikir ini juga mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan.

            Dalam proses berpikir ilmiah tersebut, diperlukan…

Lihat pos aslinya 1.386 kata lagi

Aspek K3 pada Proyek Harris Hotel-Seminyak Bali

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan isu global yang mempengaruhi daya saing produksi suatu perusahaan, dimana naik turunnya kasus kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan perilaku manusia secara psikologis yang berhubungan dengan motivasi dan kinerjanya.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya dalam perusahaan seperti opearsi, produksi, logistic, sumber daya manusia, keuangan dan pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari manajemen berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Karena itu, ahli K3 sejak awal tahun 1980 an berupaya meyakinkan semua pihak, khususnya manajemen organisasi untuk menempatkan aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal inilah yang mendorong lahirnya berbagai konsep mengenai Manajemen K3 (Safety Management).

Tujuan dan sasaran sistem Manajemen K3  adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996 Tentang sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan produktif. Sistem Manajemen K3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran, dan pengawasan.

Penyusunan program, membuat prosedur, pencatatan dan mengawasi serta membuat laporan penerapan di lapangan yang berkaitan dengan keselamatan kerja bagi para pekerja semuanya merupakan kegiatan dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

1.2       Batasan penulisan

            Penulisan  ini diharapkan lebih terarah dan terfokus pada penerapan dan pengendalian aspek K3 pada proyek konstruksi, sehingga dibatasi permasalahan yang diteliti yaitu pada salah satu proyek konstruksi yang sedang berjalan pada Tahun 2013 yaitu Proyek Harris Hotel-Seminyak Bali.

1.3       Rumusan Masalah

Dengan demikian dapat  dirumuskan permasalahannya adalah  :

  1. Bagaimanakah penerapan dan pengendalian aspek K3 pada Proyek Harris Hotel-Seminyak Bali?

1.4       Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk :

  1. Mengetahui penerapan K3 dan pengendalian yang dilakukan pada proyek Harris Hotel-Seminyak Bali.

1.5       Manfaat Penulisan

Diharapkan penelitian ini akan memberikaan manfaat :

  1. Sebagai kelengkapan tugas dalam Mata Kuliah Aspek Lingkungan dan Keselamatan Kerja.
  2. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa terhadap permasalahan yang dihadapi dalam penerapan dan pengendalian K3 pada Proyek Harris Hotel-Seminyak Bali.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1       Pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Beberapa pengertian tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dikutip yaitu:

  • Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
  • Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
  • Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja
  • Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
  • Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
  • Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

Dari beberapa kutipan diatas, Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera, guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat – tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.

Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan bukan hanya sekedar urusan pekerja ditempat kerja tetapi juga menyangkut kepentingan pengusaha, perusahaan dan masyarakat luas. Keselamatan diperlukan dalam kehidupan masyarakat luas tidak hanya di tempat kerja tetapi menyangkut seluruh bidang kehidupan.

2.2       Pencegahan Kecelakaan Kerja

2.2.1    Kecelakaan Kerja

Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)

Kecelakaan kerja merupakan salah satu masalah bagi sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi namun timbulnya korban jiwa pekerja. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian bagi perusahaan karena diperlukan waktu untuk mencari atau mendidik sumber daya manusia yang sesuai dengan perusahaan. Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu kerja.

Kecelakaan pada tempat kerja/ lingkungan kerja tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan/ tenaga kerja.

Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:

Kelelahan (fatigue), Kondisi kerja dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition), Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan karena kurangnya training dan Karakteristik pekerjaan itu sendiri.

Secara detail, penyebab dasar kecelakaan kerja dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Faktor Personil
  2. Kelemahan Pengetahuan dan Skill
  3. Kurang Motivasi
  4. Problem Fisik
  5. Faktor Pekerjaan
  6. Standar kerja tidak cukup Memadai
  7. Pemeliharaan tidak memadai

4    Pemakaian alat tidak benar

  1. Kontrol pembelian tidak ketat

Penyebab Langsung kecelakaan kerja

  1. Tindakan Tidak Aman
  2. Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
  3. Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
  4. Posisi kerja yang salah
  5. Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
  6. Kondisi Tidak Aman
  7. Tidak cukup pengaman alat
  8. Tidak cukup tanda peringatan bahaya
  9. Kebisingan/debu/gas di atas NAB
  10. Housekeeping tidak baik

            Prinsip pencegahan kecelakaan kerja sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecelakaan. Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

  1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
  2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan selektif mungkin.
  3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
  4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
  5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
  6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
  7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

Namun pada prakteknya, pencegahan kecelakaan tidak semudah yang dibayangkan karena menyangkut berbagai unsur mulai penyebab langsung, penyebab dasar seperti yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, para ahli K3 berupaya mengembangkan teori, konsep dan pendekatan dan sependapat bahwa upaya pencegahan kecelakaan atau upaya keselamatan harus dilakukan secara terpadu dengan memadukan semua unsur dan aspek keselamatan agar memperoleh hasil yang diharapkan.

2.2.2    Alat Pelindung Diri (APD)

            Dunia proyek merupakan salah satu sektor lapangan kerja tertinggi yang sering terjadinya kecelakan kerja. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di proyek diperlukan beberapa Alat Pelindung Diri (APD) yang disediakan bagi tenaga kerja proyek (Kuli Bangunan). APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik.

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja berupa  alat yang mempunyai  kemampuan untuk  melindungi  seseorang  sesuai bahaya dan risiko kerja berfungsi mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja sehingga dapat menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Hal tersebut tertulis di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah :

  1. 1. Safety Helmet

Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.

  1. Safety Belt

Safety belt berfungsi sebagai pelindung diri ketika pekerja bekerja/berada di atas ketinggian.

  1. Safety Shoes

Safety shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia dan sebagainy

  1. Sepatu Karet

Sepatu karet (sepatu boot) adalah sepatu yang didesain khusus untuk pekerja yang berada di area basah (becek atau berlumpur). Kebanyakan sepatu karet di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

  1. Sarung Tangan

Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

  1. Masker (Respirator)

Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).

  1. Jas Hujan (Rain Coat).

Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).

  1. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)

Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).

  1. Penutup Telinga (Ear Plug)

Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

  1. Pelindung Wajah (Face Shield)

Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda).

  1. Pelampung

Pelampung berfungsi melindungi  pengguna yang bekerja di atas air atau dipermukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi  tenggelam (negative buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air.

Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya-bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan.

Menurut ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung Diri adalah :

  1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
  2.  Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
  3.  Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
  4. Bentuknya harus cukup menarik.
  5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
  6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam menggunakannya.
  7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
  8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
  9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.

2.3       Sistem Manajemen K3 (SMK3)

Manajemen dapat didefinisikan sebagai “kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan (malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja. Manajemen merupakan suatu proses pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, melalui pengarahan, penggerakan dan pengendalian kegiatan‐kegiatan yang dilakukan oleh orang‐orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerja sama.

Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah satu bentuk kegiatan dalam upaya untuk menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadi kecelakaan kerja, sehingga pelaksanaan kerja dapat dilakukan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah sistem manajemen yang terintergrasi untuk menjalankan dan mengembangkan kebijakan K3 yang telah ditetapkan perusahaan serta menanggulangi resiko bahaya yang mungkin terjadi di perusahaan.

       Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara normatif sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan  yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Karena SMK3 bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya.

Sedangkan menurut OHSAS 18001, SMK3 (OH&S Management System) adalah bagian dari sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan K3 dan mengelola resiko K3 dalam organisasi.

Dari dua definisi tentang SMK3 di atas dapat disimpulkan bahwa SMK3 adalah sistem manajemen yang terintergrasi untuk menjalankan dan mengembangkan kebijakan K3 yang telah ditetapkan perusahaan serta menanggulangi resiko bahaya yang mungkin terjadi di perusahaan.

Sistem Manajemen K3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses yang  dibagi dalam kegiatan atau fungsi manajemen tesebut menjadi :

  1. Planning (perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu mendapat perhatian, karena dari perencanaan yang baik dapat diharapkan terlaksananya fungsi manajemen lainnya dengan baik, karena semua fungsi manajemen berkaitan satu sama lain. Pelaksanaan kegiatan K3 menjadi kurang terarah apabila tidak ada perencanaan yang baik. Begitu pula fungsi pengawasan akan berjalan dengan baik kalau perencanaan sudah baik.

Kegiatan K3 sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai makin banyak ragamnya, semuanya menyebabkan resiko bahaya yang dapat terjadi makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja.

  1. Organizing (organisasi)

Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan. Contoh fungsi pengorganisasian dalam managemen K3 antara lain :

  1. Menyusun garis besar pedoman K3
  2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan dan pelaksanaan K3
  3. Menentukan pelaksanaan pedoman pelaksanaan K3
  4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan terkait K3
  5. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang ditimbulkan di tempat kerja
  6. Actuating (pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

  1. Controlling (pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

  1. adanya rencana
  2. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.

2.2.      Tujuan dan Manfaat Sistem Manajemen K3

2.2.1.   Tujuan

Menurut PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tujuan dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

        Usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan umum yaitu :              

  • Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
  • Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
  • Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien.

Sedangkan secara khusus antara lain :

  • Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja.
  • Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku dan bahan hasil produksi.
  • Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara pekerja dengan manuasi atau manusia dengan pekerjaan.

2.2.2.   Manfaat

Karena SMK3 bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya. Selain itu penerapan SMK3 juga mempunyai banyak manfaat bagi industri kita antara lain :

  1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.
  2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
  3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.
  4. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.
  5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.

 

BAB III

PEMBAHASAN

4.1.      Gambaran Umum Proyek

Nama Proyek              : HARRIS HOTEL-SEMINYAK BALI

Alamat/Lokasi             : Jl. Drupadi, Seminyak-Kuta-Bali

No SPK                       :  02/SPK/GG-TNI/HARRIS SEMINYAK/ARSITEKTUR/X/201

Masa Kontrak             : 04-10-2012 s/d 04-06-2014

Paket Pekerjaan           : Finishing

Luas bangunan            : 17.599 m2

Jumlah Lantai              : 5 lantai

Pemilik Proyek            : PT. GRAHA GEMILANG

Nama Kontraktor        : PT TATA MULIA NUSANTARA INDAH

Alamat                        : Jl. Danau Poso No.14 X/43 Sanur-Denpasar

Konsultan Struktur     : PT. BENJAMIN GIDEON dan ASSOCIATES

Konsultan Arsitektur  : CV. BENNY GUNAWAN & REKAN

Konsultan M&E          : PT. PRADIPTAYA

4.2.      Pelaksanaan K3 pada Proyek Harris Hotel-Seminyak Bali

            Pada Proyek Harris Hotel-Seminyak Bali yang dilaksanakan oleh PT. Tatamulia Nusantara Indah menggunakan dokumen RK3 (Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja)  sebagai penerapan K3, dengan judul dokumen Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Proyek Harris Seminyak. Nomor Dokumen: RK3/PRJ-01/R01 dengan Tanggal berlaku 01 Mei 2013. Dokumen ini berisikan :

  1. Data-data Proyek

Yaitu informasi umum proyek sampai dengan lingkup kerja yang dilaksanakan

  1. Struktur Organisasi Safety Team

Yaitu informasi susunan organisasi lengkap dengan nomer kontak/ telp yang dapat dihubungi

  1. Tugas dan Tanggung Jawab Safety Team

Yaitu uraian detail dari tugas dan tanggung jawab masing-masing Safety Team sampai pada Sub Kontraktor/ Mandor.

  1. Identifikasi Risiko/ JSA (Job Safety Analysis)

Yaitu informasi aktivitas kerja yang dilaksanakan, resiko pekerjaan yang dilaksanakan, cara-cara pengendalian dan siapa yang pengendalian tersebut. Terdiri dari 15 item aktivitas kerja yaitu:

  • Pemasangan dan pembongkaran scaffolding
  • Pemasangan keramik dan Marmer
  • Pemasangan kabel instalasi listrik dan setting computer
  • Penempatan Material
  • Pekerjaan Pasangan batu bata merah
  • Pemasangan dan Pembongkaran bekisting
  • Pekerjaan Pembesian
  • Pengecoran
  • Bekerja di ketinggian
  • Peralatan listrik Gerinda, hummer drill, bor, cutting weld
  • Pengelasan dengan trafo las dan las asetelin
  • Pengangkatan Material secara manual
  • Bahan yang berbahaya
  • Keadaan darurat dan kebakaran

Khusus keadaan ini dalam kondisi darurat yang harus disediakan adalah: HT jika area kerja jauh dari fasilitas pendukung, transportasi yang selalu siap untuk evakuasi darurat, Kotak K3, Tandu dan sirene.

  • House keeping
  1. Rencana Kerja K3 Proyek

Yaitu informasi Rencana kerja, jadwal pelaksanaan dan rekaman yang harus disiapkan. Ada 16 item Rencana kerja yang disusun dengan sasaran pekerja proyek, Safety Team sampai pada owner dan subkontraktor.

  1. Alat Pelindung diri, Alat Pengaman Kerja dan Rencana Jumlah dan Penempatan Rambu dan Alat Pengaman Kerja

Yaitu informasi Alat Pelindung Diri (APD), Alat Pengaman Kerja, Penempatan rambu-rambu pengaman dan jumlah Rambu-rambu K3 yang diperlukan.

  1. Site Plan

Yaitu gambar Site Plan proyek

  1. Dokumen-dokumen yang berlaku

Yaitu dokumen-dokumen yang dipergunakan sebagai panduan pelaksanaan K3 dari prosedur, standar pedoman, tata tertib di proyek, Form kegiatan K3 dan  Undang-Undang yang terkait dengan Keselamatan Kerja.

  1. Fasilitas K3

Yaitu informasi sarana K3 yang harus ada di proyek, standar pengamanan dan pemakainya. Ada 7 jenis Sarana K3 yang harus ada di proyek yaitu:

  • Rambu K3 (safety Signage)
  • Spanduk
  • Safety Line (baricade)
  • Kotak P3K
  • Rumah Sakit (Rujukan)
  • Kantin
  • MCK
  1. Rencana Inspeksi K3 bersama

Yaitu kegiatan inspeksi yang direncanakan dan form yang dipakai panduan

  1. Rencana Kebersihan

Yaitu metode kebersihan yang diterapkan khusus untuk sampah

  1. Daftar Alamat dan Nomor Telepon Penting

Yaitu informasi alamat dan nomer telepon Rumah Sakit terdekat/rujukan, Polisi dan Dinas Pemadam Kebakaran

  1. Lampiran-lampiran

Yaitu dokumen pendaftaran Jamsostek, Wajib Lapor pada Kantor Depnaker dan Flowchart Tanggap Darurat kecelakaan ringan, kecelakaan berat sampai meninggal dan kebakaran. Dalam Flowchart sudah secara detail diuraikan prosedur penanganan kecelakaan yang terjadi di proyek.

            Pada proyek Harris Hotel Seminyak ini, organisasi yang menangani K3 disebut sebagai ‘Safety Team’ dengan struktur organisasi terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Safety Supervisor dan anggota team dengan  tugas dan tanggung jawab masing-masing seperti yang diuraikan dalam dokumen RK3. Adapun dokumen RK3 disusun oleh Ketua Safety Team, ditinjau oleh Safety Manager dan disahkan oleh Operational Manager. Dokumen ini merupakan panduan prosedur pelaksanaan K3 pada proyek Harris Hotel Seminyak.

4.3.      Penerapan dan Pengendalian  K3 pada Proyek Harris Hotel-Seminyak Bali

            Aspek K3 diterapkan oleh PT. Tatamulia Nusantara Indah sebagai kontraktor dalam pelasanaan proyek Harris Hotel Seminyak dengan menyusun dokumen Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (RK3) sebagai panduan pelaksanaannya. Dalam dokumen ini telah diuraikan secara detail prosedur pelaksanaan K3. Dalam Rencana Kerja K3 Proyek yang terdiri dari 16 item, semua telah dilaksanakan, demikian juga penempatan rambu-rambu pengaman, seperti Rambu K3 (Safety Signage) yang sudah ditempatkan pada pintu entrance. Pemasangan spanduk Larangan dan Peringatan yang penempatannya disesuaikan, pemasangan safety line  pada lokasi-lokasi yang dilarang atau berbahaya. Demikian juga kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) seperti helm, sepatu, masker, sarung tangan, safety belt telah dipersiapkan sesuai dokumen. Tetapi yang menjadi kendala adalah kedisiplinan tenaga kerja dalam memakai APD, yaitu banyak yang tidak melengkapi dirinya sesuai dengan standar dengan alasan panas terus-terusan memakai helm pengaman dan sepatu kerja, kurang hati-hati dalam pemakaian alat sehingga seringkali terjadi kecelakaan ringan seperti tangan kena palu, tangan dan kaki kena paku, gerinda sampai pada jatuh dari scaffolding. Hal ini juga tidak terlepas dari kurangnya pengawasan dan tindakan tegas dari subkontraktor/ mandor yang membawahi tenaga kerja. Keadaan-keadaan diluar standar, dibiarkan dengan alasan sudah biasa, sehingga kejadian tersebut terjadi berulang-ulang. Selain hal negative tersebut, hal positif yang ditemukan yaitu adanya Safety morning setiap Sabtu yang dilaksanakan di proyek sangat efektif guna menjalin kebersamaan antara tenaga kerja dan manajemen, dan memberikan informasi dan sosialisasi secara terus menerus pentingnya K3 di proyek.

BAB  IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1    Simpulan

Dengan menyadari pentingnya aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam penyelenggaraan proyek, terutama pada implementasi fisik, maka perusahan/industri/proyek umumnya memiliki organisasi atau bidang dengan tugas khusus menangani maslah keselamatan kerja. Lingkup kerjanya mulai dari menyusun program, membuat prosedur dan mengawasi, serta membuat laporan penerapan di lapangan. Dalam rangka Pengembangan Program Kesehatan Kerja yang efektif dan efisien, diperlukan informasi yang akurat, dan tepat waktu untuk mendukung proses perencanaan serta menentukan langkah kebijakan selanjutnya.

Pengendalian K3 pada proyek Harris Hotel-Seminyak Bali dilakukan sudah sesuai dengan dokumen RK3 yang telah disahkan, tetapi disiplin tenaga kerja dalam pemakaian APD perlu lebih ditingkatkan, perlunya tindakan tegas mulai dari sub kontraktor/ mandor dan safety supervisor kepada tenaga kerja dan pengawasan pelaksanaan K3 agar prosedur K3 berjalan dengan baik. Pelaksanaan safety morning yang selalu dilakukan pada hari Sabtu sangat efektif sebagai monitoring pelaksanaan K3.

4.2  Saran

Perusahaan dalam hal ini Ketua Safety Team harus merencanakan atau membuat program yang berkesinambungan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Perusahaan hendaknya tidak tinggal diam apabila ditemukan terjadi kecelakaan pada saat karyawan bekerja.

Kecelakaan pada saat bekerja merupakan resiko yang merupakan bagian dari pekerjaan, dan untuk perusahaan hendaknya mencegah dalam hal ini melakukan proteksi atau perlindungan berupa kompensasi baik langsung maupun tidak langsung, yang diterapkan oleh perusahaan kepada pekerja. Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan keharusan bagi sebuah perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Soehatman Ramli. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Dian Rakyat

PT.Tatamulia Nusantara Indah. 2013.. Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

 http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html

http://navale-engineering.blogspot.com/2013/02/pengertian-k3-keamanan-kesehatan-dan.html

http://tonimpa.wordpress.com/2013/04/25/makalah-alat-pelindung-diri-apd/

http://www.mediaproyek.com/2013/07/ jenis-jenis-alat-pelindung-diri apd.html

PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DITINJAU DARI LEGALITAS, BENTUK, DAN PENERAPANNYA

Infrastruktur sangat diperlukan untuk mendukung kemakmuran suatu wilayah (daerah atau negara). Pembangunan infrastruktur merupakan kewajiban pemerintah (public service obligation). Akan tetapi pemenuhan infrastruktur oleh pemerintah di mayoritas negara berkembang menghadapi kendala yaitu keterbatasan dana investasi, lamanya jangka waktu pengembalian investasi, dan biaya yang tinggi dari manajemen operasional.

Kendala keterbatasan pemerintah dalam pembiayaan investasi dan operasionalisasi penyelenggaraan infrastruktur dapat diatasi melalui pola yang melibatkan peran stakeholder, yakni peran serta sektor swasta (private sector participation = PSP), kerjasama pemerintah swasta (public private partnership = PPP), serta kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat (public private community partnership = PPCP).

Dari tiga pola kerjasama diatas, yang sering dibahas adalah PPP (public private partnership) atau dalam bahasa Indonesia disebut KPS (kerjasama pemerintah swasta). Tujuan tulisan ini adalah mengetahui legalitas pola kerjasama / PPP di Indonesia; mengetahui bentuk-bentuk PPP; dan mengetahui penerapan PPP.

  1. KAJIAN PUSTAKA

1.1.    Legalitas Kerjasama

Rambu-rambu penyelenggaraan kerjasama dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur juncto Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Dalam pasal 4 Perpres tersebut, jenis infastruktur yang dapat dikerjasamakan adalah infastruktur transportasi; jalan; pengairan; air minum; air limbah; telekomunikasi dan informatika; ketenagalistrikan; minyak dan gas bumi.

Badan Usaha yang dimaksud adalah badan usaha berbentuk perseroan terbatas, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan koperasi. Selanjutnya proyek kerjasama penyediaan infrastruktur memiliki dua cara yakni perjanjian kerjasama atau ijin pengusahaan. Perjanjian kerjasama adalah kesepakatan tertulis antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha, ditetapkan melalui pelelangan umum. Sedangkan ijin pengusahaan adalah ijin yang diberikan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha, ditetapkan melalui pelelangan (pasal 1 Perpres 67/2005 juncto Perpres 13/2010). Dengan demikian dari pasal ini dapat ditarik tafsiran bahwa pemilihan pola kerjasama (PSP, PPP, PPCP) dan atau bentuk pola kerjasama (BOT, BTO, dll) diserahkan kepada kesepakatan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan Badan Usaha.

Sejalan dengan Perpres tersebut untuk melancarkan kerjasama yang melibatkan swasta, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian pada April 2010 meluncurkan sebuah panduan kerjasama pemerintah dan swasta dengan judul Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), Panduan Bagi Investor Dalam Investasi di Bidang Infrastruktur.

Menurut panduan tersebut, regulasi untuk mendukung pelaksanaan PPP/KPS, selain Perpres Nomor 67/2005 juncto Perpres Nomor 13/2010, adalah:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur;
  2. Keppres Nomor 81 Tahun 2001 tentang Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko Atas Penyediaan Infrastruktur;
  4. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Nomor 4 Tahun 2006 tentang Metodologi Evaluasi Proyek Infastruktur Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) yang Memerlukan Dukungan Pemerintah;
  5. Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;
  6. Pedoman Umum Regional Project Development Facility (RPDF) untuk Program Project Development Facility – Infrastucture Reform Sector Development Project (PDF-IRSDP) tentang Bantuan Teknis Kepada Pemerintah Daerah Untuk Menyiapkan Proyek KPS, Melaksanakan Pelelangan, dan Negosiasi dengan Investor.

Selanjutnya, regulasi lain yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pelaksanaan PPP/KPS adalah:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah;
  3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan;
  4. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan Hidup;
  5. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
  6. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukkan dan Fungsi Kawasan Hutan, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;

Selanjutnya disamping regulasi umum seperti yang tercantum diatas, juga terdapat regulasi sektoral artinya setiap sektor infrastruktur mempunyai regulasi tersendiri.

1.2.    Public Private Partnership (PPP)

PPP adalah cara mengkolaborasikan peran untuk memperoleh manfat bersama. Keuntungan yang dapat diperoleh dari PPP adalah inovasi; kemudahan pembiayaan; ilmu teknologi; efisiensi; semangat entrepreneurship; yang dikombinasikan dengan tanggung jawab sosial; kepedulian pada lingkungan; pengetahuan dan budaya lokal.

Pada dasarnya, PPP memiliki tiga karakteristik, yaitu memiliki perjanjian kontrak yang menjelaskan peran dan tanggung jawab masing-masing; menanggung resiko bersama; timbal balik finansial kepada swasta sepadan dengan pencapaian yang diinginkan pemerintah. Dalam merancang PPP, sangat penting untuk memperhatikan tujuan bersama, batasan lingkup hukum / peraturan, kerangka institusi, kebutuhan finansial dan sumberdaya, serta kepentingan stakeholders.

Permasalahan yang sering timbul dalam PPP adalah perbedaan budaya organisasi. Setiap organisasi cenderung bertindak, bekerjasama dengan organisasi lain, sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Pemerintah bertindak sebagai sektor publik dan swasta bertindak sebagai sektor swasta, meskipun pemerintah dan swasta telah lama bekerjasama. Pemerintah berpikir bahwa swasta akan mengambil keuntungan dari pemerintah sedangkan swasta berpikir bahwa pemerintah terlalu banyak pertimbangan dan menghabiskan waktu. Pemecahan permasalahan tersebut adalah pemerintah dan swasta harus menyadari posisinya masing-masing, sadar saling mempengaruhi, dan sadar bahwa PPP adalah untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

Menurut Siregar (2004), persyaratan pelaksanaan kerjasama antara lain infrastruktur yang dibangun sejalan dengan tugas pokok, fungsi dan kebutuhan pemerintah; tidak membebani APBD/APBN; harus dapat dimanfaatkan langsung oleh pemerintah sesuai bidang tugasnya baik masa pengoperasian maupun saat penyerahan kembali; swasta harus mempunyai kemampuan keuangan dan keahlian; tanah dan bangunan tetap milik pemerintah; penggunaan tanah harus sesuai Rencana Umum Tata Ruang Wilayah/Kota (RUTRW/K); penggunausahaan paling lama 25 tahun sejak masa pengoperasian.

Sedangkan Perpres 67 / 2005 juncto Perpres 13 / 2010 pasal 7, menyatakan bahwa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah selaku penanggung jawab proyek kerjasama, harus mempertimbangkan kesesuaian projek dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional/daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur; kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah; analisa biaya dan manfaat sosial.

1.3.    Bentuk-Bentuk PPP

Bentuk-bentuk PPP yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

  1. Build, Operate, Lease-hold and Transfer (BOLT) yakni pemerintah menyerahkan aset berupa tanah/lahan kepada swasta untuk dibangun, dikelola (termasuk menyewakan kepada pihak lain) selama waktu tertentu, kemudian menyerahkan kembali kepada pemerintah setelah habis masa kontraknya (Noor, 2007).
  2. Buid Own Operate (BOO) yakni pemberian konsesi, investor punya hak mendapatkan pengembalian investasi, keuntungan yang wajar, sehingga investor dapat menarik biaya dengan persetujuan pemerintah dari pemakai jasa infrastruktur yang dibangunnya (Noor, 2007).
  3. Build Own Operate Transfer (BOOT) yaitu swasta membiayai, membangun, mengoperasikan, memelihara, mengelola dan menghimpun pembayaran dari pengguna infrastruktur, dan pada akhir hak guna pakai, kembali menjadi hak milik pemerintah (Supriyatna, 2010).
  4. Build Operate Transfer (BOT) adalah pemberian konsesi kepada swasta selama periode tertentu. Swasta membangun, termasuk pembiayaannya dan mengoperasikan infrastruktur, kemudian diserahkan kepada pemerintah setelah masa kontrak berakhir (Noor, 2007; Supriyatna, 2010; Siregar, 2004; Suhartono, 2005; Permendagri Nomor 17 / 2007)
  5. Build Rent Transfer (BRT) mirip dengan BTL, bedanya dalam BRT pihak swasta dapat mengelola dan mengoperasikan infrastruktur yang telah dibangunnya dengan cara menyewa kepada pemerintah, dan biaya sewa diperhitungkan dari biaya pembangunan (Noor, 2007).
  6. Build Transfer (BT) yaitu swasta melaksanakan kegiatan konstruksi dan pembiayaan sesuai waktu yang disepakati dalam kontrak perjanjian. Setelah konstruksi proyek selesai, swasta menyerahkan kepada pemerintah. Pemerintah diwajibkan membayar kepada swasta sebesar nilai investasi yang dikeluarkan ditambah keuntungan wajar (Noor, 2007; Siregar, 2004)
  7. Build Transfer Lease (BTL) yakni swasta membangun infrastruktur di atas tanah pemerintah. Infrastruktur yang dibangun menjadi milik pemerintah, swasta punya hak opsi atau pilihan untuk menyewa atau tidak infrastruktur tersebut (Noor, 2007).
  8. Build Transfer Operate (BTO) adalah swasta membangun proyek infrastruktur, termasuk pembiayaannya dan bila telah selesai infrastruktur tersebut diserahkan penguasaan dan kepemilikannya kepada pemerintah, pembayaran pendanaan ditetapkan dalam jangka waktu tertentu (Noor, 2007) dan swasta menyewanya dalam kontrak sewa jangka panjang (Supriyatna, 2010; Siregar, 2004; Permendagri Nomor 17 / 2007)
  9. Contract, Add and Operate (CAO) adalah pemerintah bekerjasama dengan swasta untuk membangun infrastruktur. Nilai dan sewa infrastruktur tersebut dihitung dan ditetapkan secara berkala (Noor, 2007).
  10. Design Build (DB) yakni kontrak pemerintah dan swasta untuk mendesain dan membangun infrastruktur sesuai standar kinerja yang dibutuhkan pemerintah, setelah dibangun menjadi milik pemerintah, selanjutnya pemerintah bertanggung jawab mengoperasikan infrastruktur tersebut (Supriyatna, 2010).
  11. Design Build Operate (DBO) yaitu kontrak pemerintah dan swasta untuk mendesain dan membangun infrastruktur sesuai standar kinerja yang dibutuhkan pemerintah, setelah dibangun kemudian dioperasikan swasta. Apabila masa kontrak selesai, aset dikembalikan ke pemerintah.
  12. Delegated Management Contract (DMC) adalah kontrak penugasan untuk mengurus manajemen.
  13. Management Contract (MC) adalah swasta mengelola infrastruktur milik pemerintah, yang dikontrakkan adalah jabatan dalam organisasi / manajemen saja (Bastian, 2001).
  14. Concession Contract (CC) adalah swasta menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian atau seluruh sistem infrastruktur tertentu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas serta pemberian layanan kepada masyarakat dan penyediaan modal kerjanya (Bastian, 2001).
  15. Lease Contract (LC) yakni swasta menyewakan ke pemerintah infrastruktur dalam jangka waktu tertentu untuk kemudian dioperasikan dan dipelihara. Swasta menyediakan modal kerja untuk pengoperasian dan pemeliharaan yang dimaksud, termasuk penggantian bagian-bagian tertentu (Bastian, 2001).
  16. Kerjasama Operasi (KSO) = pemerintah menyediakan aset dan swasta menanamkan modal yang dimilikinya dalam salah satu usaha, selanjutnya kedua belah pihak secara bersama-sama atau bergantian mengelola manajemen dan proses operasionalnya, keuntungan dibagi sesuai dengan besarnya sharing masing-masing (Siregar, 2004)
  17. Lease Develop Operate or Buy Develop Operate (LDO/BDO) : swasta menyewa dan/atau membeli fasilitas dari pemerintah, melakukan ekspansi, modernisasi kemudian mengoperasikannya berdasarkan kontrak. Swasta berharap dengan melakukan investasi akan mendapat pengembalian investasi dan keuntungan wajar (Supriyatna, 2010).
  18. Lease – Purchase (LP) : kontrak dengan swasta untuk melakukan desain, pembiayaan, dan pembangunan fasilitas layanan publik milik pemerintah. Swasta kemudian menyewanya kepada pemerintah (Supriyatna, 2010).
  19. Operation Maintenance (OM) : kontrak pemerintah dan swasta untuk mengoperasikan dan memelihara fasilitas layanan publik (Supriyatna, 2010).
  20. Service Contract (SC) : swasta diberi tanggung jawab melaksanakan pelayanan jasa untuk suatu jenis pelayanan tertentu dalam jangka waktu tertentu (Bastian, 2001; Suhartono, 2005)
  21. Turnkey Operation (TO) : pemerintah mendanai proyek, sementara swasta melakukan desain, konstruksi, dan operasi fasilitas publik untuk jangka waktu tertentu. Persyaratan standar dan unjuk kinerja ditentukan oleh pemerintah sekaligus pemilik fasilitas tersebut (Supriyatna, 2010).
  22. Temporary Privatization (TP) : swasta memperbaiki / melengkapi / mengembangkan / mengoperasikan untuk periode waktu tertentu tanpa campur tangan pemerintah (Supriyatna, 2010).
  23. Warp Arround Addition (WAA) : Swasta membiayai dan melaksanakan pembangunan suatu pekerjaan tambahan dan dapat mengoperasikannya untuk waktu tertentu dalam rangka pengembalian investasi (Supriyatna, 2010).
  24. Joint Venture : tanggung jawab dan kepemilikan ditanggung bersama, mempunyai posisi seimbang, bertujuan memadukan keunggulan swasta seperti modal, teknologi, manajemen dan keunggulan pemerintah, yakni otoritas dan kepercayaan masyarakat (Suhartono, 2005)

Selanjutnya bentuk PPP diatas dapat dikelompokan berdasarkan asal dana investasi, asal modal kerja, kebutuhan modal swasta, risiko finansial swasta, jangka waktu, kepemilikan aset, kewenangan manajemen dan tujuan utama kerjasama.

  1. METODOLOGI PENULISAN

Metodologi penulisan adalah sebagai berikutt : mencari bahan dari sumber referensi; mempelajari bahan yang didapat; menemukan substansi yang diharapkan dari bahan; menuliskan alur pemikiran dikaitkan dengan substansi yang didapat dengan cara mengutip atau mengolah substansi; mengkombinasikan satu substansi dengan substansi yang lain; menganalisis semua substansi yang didapat, membuat tafsiran dan kesimpulan serta memberikan saran.

  1. ANALISIS PENERAPAN PPP

Penerapan PPP mengalami dinamika, dipengaruhi pihak pemerintah maupun swasta, dipengaruhi perkembangan negara, terutama negara berkembang. PPP dapat diterapkan di pusat maupun di daerah; dilakukan untuk berbagai infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat; namun dari aspek legalitas terdapat jenis infrastruktur yang tidak tercakup dalam Perpres 67/2005 juncto Perpres 13/2010 pasal 4, seperti pembangunan mall, renovasi dan pengelolaan pasar.

Bagi pemerintah daerah yang melaksanakan PPP di luar bidang infrastruktur yang tercantum dalam Perpres tersebut, secara legal dilindungi oleh Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah pasal 32 yang menyatakan bahwa bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik daerah berupa sewa; pinjam pakai; kerjasama pemanfaatan; bangun guna serah (BOT) dan bangun serah guna (BTO).

Contoh PPP yang berhasil adalah Projek Jalan Tol Thailand Tahap Kedua (Handley, 1997) yakni projek jalan tol dalam kota sepanjang 32 kilometer, masa konsesi 30 tahun, diberikan pada perusahaan kontruksi dari Jepang, pada tahun 1988. Bangkok Expressway Company Ltd. (BECL) memulai dan mengakhiri projek ini dengan sukses, masalah mendasar tidak diabaikan, elemen sukses tidak diperdebatkan. Kontrak konsesi yang detail dengan lembaga milik pemerintah, The Expressway and Rapid Transit Agency of Thailand (ETA), secara eksplisit mendeklarasikan prinsip-prinsip dari sponsor yang membiayai pembangunan jalan tol dan memperoleh pendapatan dari tarif yang dikenakan bagi pengguna jalan tol.

Proses lelang dengan tujuan dan dukungan yang jelas untuk pelaksanaan BOT, hanya membutuhkan 12 bulan hingga dicapai kontrak konsesi. Tahun 1993, BECL menyelesaikan bagian utama jalan tol sesuai jadwal, dan ketika proyek dibuka, pendapatan mengalir dari pengguna melebihi proyeksi yang dibuat di awal projek. Perusahaan membuktikan bahwa swasta dapat melampaui pemerintah (ETA) dalam waktu kontruksi dan biaya tanpa membebani keuangan pemerintah. Tahun 1995, BECL masuk bursa saham Thailand.

Contoh BOT yang tidak berhasil adalah Pembangkit Listrik Paiton di Indonesia (Handley, 1997). Kurangnya konsensus menyebabkan projek ini tidak berlanjut. PLN secara finansial tidak independen untuk memperluas kapasitas pembangkit listrik atau memperkuat jaringan distribusi. Pembangkit listrik milik swasta memperburuk permasalahan. PLN dipaksa membeli listrik dari Paiton sebesar 5-10 persen lebih tinggi daripada pembangkit listrik sendiri. Sebagai akibatnya, pemerintah melalui PLN harus mensubsidi Paiton, yang berarti mengesampingkan tujuan utama proses BOT.

Sementara itu listrik yang diterima PLN dari perusahaan swasta tidak seluruhnya dapat dijual karena kesulitan dalam jaringan distribusi. Akhirnya, April 1995 saat Paiton menandatangai paket pendanaan dari bank, PLN secara sepihak mengumumkan pembatalan persetujuan pembayaran listrik dengan perusahaan konsesi, berarti secara efektif menghapuskan seluruh persetujuan.

 Harga jual listrik dari Projek Paiton sangat tinggi, menunjukkan ketidakmampuan pemerintah Indonesia untuk fokus memperoleh suplai listrik yang paling murah dan paling efisien. Selain itu, Projek Paiton dikacaukan oleh beberapa hal misalnya diharuskan membangun infrastruktur tambahan, menggunakan kontraktor tertentu dan membeli peralatan dari perusahaan yang telah disodorkan, sehingga tidak efisien dan menaikkan biaya. Hal ini menyebabkan proses negosiasi konsesi dan pembiayaan menjadi lebih sulit. Hasilnya adalah projek yang seharusnya layak secara komersil, berdasar prinsip BOT, tetapi justru harga listrik mempunyai harga yang tinggi sehingga tidak kompetitif.

Selanjutnya, keberhasilan PPP tidak dapat dikaitkan dengan skala proyek. Sebagai ilustrasi, jalan tol di Bangkok / Jakarta yang skala proyeknya besar, berhasil dalam pola kerjasama PPP ini, sementara Kebon Bibit di Surabaya dengan skala proyek kecil justru tidak berhasil malah menjadi masalah.

  Mengutip analisis Handley (1997), kegagalan PPP / KPS disebabkan oleh kurangnya konsensus di pihak pemerintah dan masyarakat atas andil pihak swasta pada umumnya atau projek pada khususnya; ketidakmampuan pemerintah untuk tetap fokus pada tujuan dasarnya atas andil pihak swasta; kecenderungan pemerintah untuk membuat persetujuan dengan pihak swasta/sponsor tanpa studi yang mendalam atau transparan, proses lelang yang tidak kompetitif; keinginan pemerintah untuk menyerap biaya dan risiko yang seharusnya ditanggung oleh sektor privat/sponsor.

  1. PENUTUP

4.1.    Kesimpulan

Aspek legal pola kerjasama / PPP / KPS cukup memadai. PPP/KPS mempunyai bermacam bentuk, misalnya BOT, BTO, BOO, BOLT, dan sebagainya. Dari bentuk tadi, dapat dikelompokkan berdasarkan asal dana investasi, asal modal kerja, kebutuhan modal swasta, risiko finansial swasta, jangka waktu, kepemilikan aset, kewenangan manajemen dan tujuan utama kerjasama.

Penerapan PPP/KPS ada yang berhasil tapi terdapat pula yang gagal. Keberhasilan dan kegagalan PPP tidak terkait dengan skala proyek. Kegagalan PPP/KPS disebabkan oleh kurangnya konsensus pemerintah dan masyarakat atas andil swasta; ketidakmampuan pemerintah untuk fokus pada tujuan mendasar andil swasta; pemerintah cenderung membuat persetujuan dengan swasta tanpa studi mendalam / transparan, lelang tidak kompetitif; serta pemerintah menyerap biaya/risiko yang seharusnya ditanggung swasta.

4.2.    Saran

Regulasi yang ada perlu dilengkapi regulasi syarat investor untuk PPP/KPS, supaya investor yang mengikuti pelelangan benar-benar memenuhi persyaratan kemampuan teknis dan keuangannya. Sedangkan regulasi pembebasan tanah bagi kepentingan umum perlu ditingkatkan dari Peraturan Presiden menjadi Peraturan Pemerintah atau Undang-Undang, supaya kekuatan hukumnya lebih kuat.

Perjanjian kontrak dalam PPP/KPS harus menguraikan peran dan tanggung jawab masing-masing secara detail, untuk menghindari perselisihan. Selain itu perjanjian tadi harus memperhatikan tujuan bersama, batasan lingkup hukum / peraturan, kerangka institusi, kebutuhan finansial dan sumberdaya, serta kepentingan stakeholders.

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank (2008), Public Private Partnership Handbook, Manila.

Bastian, I. (2001), Akuntansi Sektor Publik Indonesia, BPFE, Yogyakarta.

Handley, Paul, (1997), “A Critical View Of The Build-Operate-Transfer Privatisation Process In Asia”, in Asian Journal Of Public Administration, Volume 19, Nomor 2, Bangkok, hal.203-243.

Kintanar, N.E.B., Baclagon, M.L.S., Azanza, R.T., Jr. And Alzate, R.P. (2003), “Locking Private Sector Participation Into Infrastructure Development in The Philippines”, Transport and Communication Bulletin For Asia and The Pasific, No.72, Hal. 37-55.

Kurdi, M.Y. (2004), Pengembangan Kemitraan Pemerintah dan Swasta Dalam Bidang Infrastruktur,  www. diskimrum.jabarprov.go.id

Levy, S. M, (1996), Build Operate Transfer, Paving The Way For Tomorrow’s Infrastructure, John Wiley & Sons, New York.

Noor, H. F. (2007), Ekonomi Manajerial, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta

Pemerintah Republik Indonesia (2005), Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia (2007), Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia (2009), Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia (2010), Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta

Pemerintah Republik Indonesia (2010), Kerjasama Pemerintah dan Swasta, Panduan Bagi Investor Dalam Investasi Bidang Infrastruktur, Pemerintah Republik Indonesia/Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Jakarta.

Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III, Lembaga Administrasi Negara (2008), Kajian Pola Kemitraan Pemerintah Kota dengan Swasta Dalam Pembangunan Daerah di Kalimantan, Handout, Samarinda

Siregar, D. D. (2004) Manajemen Aset, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suhartono, Ehrmann (2005), Model-model Public Private Partnership Pada Sektor Pelayanan Air Bersih, Jurnal Akutansi & Bisnis, Vol 5 No 1 Februari 2005, Hal 72-81

Supriyatna, Y (2010), Public Private Partnership Alternatif Pendekatan dalam Penyelenggaraan Public Services, Handout : Kuliah Tamu Manajemen Aset, ITS, Surabaya.

PENGERTIAN, JENIS DAN LANGKAH – LANGKAH METODE PENELITIAN

  1. Pengertian Metode, Penelitian, dan Metode Penelitian

Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Adapun pengertian dan definisi metode menurut para ahli antara lain :

  1. Rothwell & Kazanas

Metode adalah cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi.

  1. Titus

Metode adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan bidang keilmuan.

Penelitian atau riset berasal dari bahasa inggris research yang artinya adalah proses pengumpulan informasi dengan tujuan meningkatkan, memodifikasi atau mengembangkan sebuah penyelidikan atau kelompok penyelidikan.
Pada dasarnya riset atau penelitian adalah setiap proses yang menghasilkan ilmu pengetahuan.

Adapun pengertian penelitian menurut para ahli adalah :

  1. Fellin, Tripodi & Meyer (1996)

Penelitian adalah suatu cara sistematik untuk maksud meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat di sampaikan (dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain.

  1. Kerlinger (1986: 17-18)

Penelitian adalah investigasi yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis dari suatu proposisihipotesis mengenai hubungan tertentu antarfenomena.

Metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur yang dipergunakan untuk melakukan penelitian sehingga mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian. Beberapa pandangan metode penelitian secara umum menurut para ahli :

  1. Nasir (1988:51)

Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.

  1. Sugiyono (2004: 1)

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis.

  1. Jenis – Jenis Metode Penelitian

Metode Penelitian dikelompokkan dalam dua tipe utama yaitu kuantitatif dan kualitatif yang masing-masing terdiri atas beberapa jenis metode.

  1. A) Metode Penelitian Kualitatif

Bogdan dan Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.

Ada beberapa ciri penelitian kualitatif, yaitu :

  1. Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data

Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti pergi ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Studi dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan di mana tingkah laku berlangsung.

  1. Memiliki sifat deskriptif analitik

Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya dan tidak ditransformasikan ke dalam bentuk angka. Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.

  1. Tekanan pada proses bukan hasil

Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. Data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu kegiatan. Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara melakukannya memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak dapat dilakukan dengan ukuran frekuensinya saja. Pertanyaan di atas menuntut gambaran nyata tentang kegiatan, prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam konteks lingkungan di mana dan pada saat mana proses itu berlangsung. Proses alamiah dibiarkan terjadi tanpa intervensi peneliti, sebab proses yang terkontrol tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak perlu mentransformasi data menjadi angka untuk mengindari hilangnya informasi yang telah diperoleh. Makna suatu proses dimunculkan konsep-konsepnya untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai suatu temuan atau hasil penelitian tersebut.

  1. Bersifat induktif

Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan yakni fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas tidak dilakukan, sebab proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan bukan dari teori yang telah ada. Prosesnya induktif yaitu dari data yang terpisah namun saling berkaitan.

  1. Mengutamakan makna

Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Makna yang diungkap berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa. Misalnya penelitian tentang peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti memusatkan perhatian pada pendapat kepala sekolah tentang guru yang dibinanya. Peneliti mencari informasi dari kepala sekolah dan pandangannya tentang keberhasilan dan kegagalan membina guru. Apa yang dialami dalam membina guru, mengapa guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu terjadi. Sebagai bahan pembanding peneliti mencari informasi dari guru agar dapat diperoleh titik-titik temu dan pandangan mengenai mutu pembinaan yang dilakukan kepala sekolah. Ketepatan informasi dari partisipan (kepala sekolah dan guru) diungkap oleh peneliti agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian secara tepat.

Ada beberapa jenis penelitian kualitatif. Berikut ini adalah penjelasan dari jenis-jenis penelitian tersebut.

  1. Metode Etnografi

Menurut Miles & Hubberman seperti yang dikutip oleh Lodico, Spaulding & Voegtle dalam bukunya Methods in Educational Research From Theory to Practice, disebutkan bahwa etnografi berasal dari bahasa Yunani ethos dan graphos. Yang berarti tulisan mengenai kelompok budaya. Sedangkan Menurut Le Clompte dan Schensul etnografi adalah metode penelitian yang berguna untuk menemukan pengetahuan yang terdapat atau terkandung dalam suatu budaya atau komunitas tertentu.

  1. Metode Fenomenologi

Istilah fenomenologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu phainomenon (penampakkan diri) dan logos (akal). Ilmu tentang penampakan berarti ilmu tentang apa yang menampakkan diri pada pengalaman subjek. Donny Gahrial Adian dalam buku Pengantar Fenomenologi menyebutkan bahwa fenomenologis adalah sebuah studi tentang fenomena-fenomena atau apa saja yang tampak. Dengan kata lain fenomenologi merupakan mendapatkan penjelasan tentang realitas yang tampak.

  1. Metode Studi Kasus

Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.

  1. Metode Teori Dasar

Jujun S. Suriasumantri (1985) menyatakan bahwa penelitian dasar atau murni adalah penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui.

  1. Metode Studi Kritis

Metode Studi kritis adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang berkembang dari teori kritis, feminis, ras dan pascamodern yang bertolak dari asumsi bahwa pengetahuan bersifat subjektif. Peneliti kritis memandang bahwa masyarakat terbentuk oleh orientasi kelas, status, ras, suku bangsa, jenis kelamin dan lain-lain. Peneliti feminis biasanya memusatkan perhatiannya pada masalah jender, ras, sedangkan peneliti pascamodern memusatkan pada institusi sosial dan kemasyarakatan.

  1. Metode Analisis Konsep

Menurut Peter Salim dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990:61) analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan, karangan dan sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat (asal-usul, sebab, penyebab, sebenarnya, dan sebagainya)”. Sedangkan pengertian konsep menurut Woodruf  adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Dari dua definisi tersebut kita dapat simpulkan bahwa definisi metode analisis konsep adalah penelitian yang memfokuskan kepada suatu konsep yang telah ada sebelumnya, agar dapat di fahami, digambarkan, dijelaskan dan implementasinya di lapangan.

  1. Metode Analisis Sejarah

Metode analisis sejarah atau penelitian historis menurut Jack. R. Fraenkel & Norman E. Wallen, 1990 : 411 dalam Yatim Riyanto, 1996: 22 dalam Nurul Zuriah, 2005: 51 adalah penelitian yang secara eksklusif memfokuskan kepada masa lalu. Penelitian ini mencoba merenkonstruksi apa yang terjadi pada masa yang lalu selengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dalam mencari data dilakukan secara sistematis agar mampu menggambarkan, menjelaskan, dan memahami kegiatan atau peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu.

  1. B) Metode Penelitian Kuantitatif

Menururt Punch (1988: 4) metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian empiris di mana data adalah dalam bentuk sesuatu yang dapat dihitung/ angka. Penelitian kuantitatif memerhatikan pada pengumpulan dan analisis data dalam bentuk numerik.

Metode penelitian kuantitatif memiliki ciri khas berhubungan dengan data numerik dan bersifat obyektif. Fakta atau fenomena yang diamati memiliki realitas obyektif yang bisa diukur. Variabel-variabel penelitian dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat diukur. Peneliti kuantitatif menggunakan sisi pandangannya untuk mempelajari subyek yang ia teliti. Selain itu, penelitian kuantitatif memiliki beberapa ciri, diantaranya sebagai berikut:

  1. Tujuan penelitian

Penelitian kuantitatif memiliki tujuan mengeneralisasi temuan penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi yang sama pada populasi lain. Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antar variabel yang diteliti.

  1. Pendekatan

Penelitian kuantitatif dimulai dengan teori dan hipotesis. Peneliti menggunakan teknik manipulasi dan mengkontrol variabel melalui instrumen formal untuk melihat interaksi kausalitas. Peneliti mencoba mereduksi data menjadi susunan numerik selanjutnya ia melakukan analisis terhadap komponen penelitian (variabel). Penarikan kesimpulan secara deduksi dan menetapkan norma secara konsensus. Bahasa penelitian dikemas dalam bentuk laporan.

  1. Peran peneliti

Dalam penelitian kuantitatif, peneliti secara ideal berlaku sebagai observer subyek penelitian yang tidak terpengaruh dan memihak (obyektif).

  1. Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada frekuensi tinggi
  2. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat nomothetik  dan dapat di generealisasi.
  3. Penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivistik-ilmiah

Segala sesuatu dikatakan ilmiah bila dapat diukur dan diamati secara obyektif yang mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Sunarto, 1993: 3). Karena itu, paradigma ilmiah-positivisme melahirkan berbagai bentuk percobaan, perlakuan, pengukuran dan uji-uji statistik.

  1. Penelitian kuantitatif sering bertolak dari teori.

Sehingga bersifat reduksionis dan verifikatif, yakni hanya membuktikan teori (menerima atau menolak teori).

  1. Penelitian kuantitatif  khususnya eksperimen, dapat menggambarkan sebab-akibat.

Peneliti seringkali tertarik untuk mengetahui: apakah X mengakibatkan Y? atau, sejauh mana X mengakibatkanY? Jika peneliti hanya tertarik untuk mengetahui pengaruh X terhadap Y, penelitian eksperimen akan mengendalikan atau mengontrol berbagai variabel (X1, X2, X3 dan seterusnya) yang diduga akan berpengaruh terhadap Y. Kontrol dilakukan sedemikian rupa bukan hanya melalui teknik-teknik penelitian melainkan juga melalui analisis statistik.

  1. Waktu pengumpulan dan analisis data sudah dapat dipastikan

Peneliti dapat menentukan berbagai aturan yang terkait dengan pengumpulan data, jumlah tenaga yang diperlukan, berapa lama pengumpulan data akan dilakukan, dan jenis data yang akan dikumpulkan sesuai hipotesis yang dirumuskan. Hal ini sejalan dengan instrumen yang sudah baku dan sudah dipersiapkan. Demikian halnya model analisis data, uji-uji statistik, dan penyajian data, termasuk tabel-tabel yang akan dipergunakan sudah dapat ditentukan.

ada beberapa metode penelitian yang termasuk pada penelitian kuantitatif. Jenis-jenis metode penelitian kuantitatif menurut  para ahli diantaranya adalah:

  1. Metode Deskriptif

Menurut Whitney (1960),  metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku salam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan, sikap, pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya (Best, 1982:119).

  1. Metode Komparatif

Metode Komparatif adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang diarahkan untuk mengetahui apakah antara dua variable ada perbedaan dalam suatu aspek yang diteliti. Dalam penelitian ini tidak ada manipulasi dari peneliti. Penelitian dilakukan secara alami, dengan mengumpulkan data dengan suatu instrument. Hasilnya dianalisis secara statistik untuk mencari perbedaan variable yang diteliti.

  1. Metode Korelasi

Metode Korelasi adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti. Penelitian dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta tersebut berdasarkan kerangka pemikiran tertentu.

  1. Metode Survei

Menurut Zikmund (1997) “metode penelitian survei adalah satu bentuk teknik penelitian di mana informasi dikumpulkan dari sejumlah sampel berupa orang, melalui pertanyaan-pertanyaan”, menurut Gay & Diehl (1992) “metode penelitian survei merupakan metode yang digunakan sebagai kategori umum penelitian yang menggunakan kuesioner dan wawancara”, sedangkan menurut Bailey (1982) “metode penelitian survei merupakan satu metode penelitian yang teknik pengambilan datanya dilakukan melalui pertanyaan – tertulis atau lisan”.

  1. Metode Ex Post Facto

Metode Ex post Facto adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang meneliti hubungan sebab akibat yang tidak dimanipulasi oleh peneliti. Adanya hubungan sebab akibat didasarkan atas kajian teoritis, bahwa suatu variable tertentu mengakibatkan variable tertentu.

  1. Metode True Experiment

Dikatakan true experiment (eksperimen yang sebenarnya/betul-betul) karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan demikian validitas internal (kualitas pelaksanaan rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi. Ciri utama dari true experimental adalah bahwa, sampel yang digunakan untuk eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol diambil secara random (acak) dari populasi tertentu. Jadi cirinya adalah adanya kelompok kontrol dan sampel yang dipilih secara random.

  1. Metode Quasi Experiment

Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

  1. Metode subjek Tunggal

Eksperimen subjek tunggal (single subject experimental), merupakan eksperimen yang dilakukan terhadap subjek tunggal.

  1. Langkah-Langkah Metode Penelitian

                                    Karena metode Penelitian ilmiah dilakukan secara sistematis dan berencana, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dilaksanakan secara terkontrol dan terjaga. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut:

  1. Perumusan masalah

Perumusan masalah adalah langkah awal dalam melakukan kerja ilmiah. Masalah adalah kesulitan yang dihadapi yang memerlukan penyelesaiannya atau pemecahannya. Masalah penelitian dapat di ambil dari masalah yang ditemukan di lingkungan sekitar kita, baik benda mati maupun makhluk hidup. Misalnya, saat kamu berada di pantai dan mengamati ombak di lautan. Pada saat itu di pikiranmu mungkin timbul pertanyaan, mengapa terjadi ombak? Atau, bagaimanakah cara terjadinya ombak?
Untuk dapat merumuskan permasalahan dengan tepat, maka perlu melakukan identifikasi masalah.Agar permasalahan dapat diteliti dengan seksama, maka perlu dibatasi. Pembatasan diperlukan agar kita dapat fokus dalam menyelesaikan penelitian kita.

Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam merumuskan masalah, antara lain sebagai berikut:

  1. Masalah hendaknya dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat Tanya.
  2. Rumusan masalah hendaknya singkat, padat, jelas dan mudah dipahami. Rumusan masalah yang terlalu panjang akan sulit dipahami dan akan menyimpang dari pokok permasalahan.
  3. Rumusan masalah hendaknya merupakan masalah yang kemungkinan dapat dicari cara pemecahannya. Permasalahan mengapa benda bergerak dapat dicari jawabannya dibandingkan permasalahn apakah dosa dapat diukur.
  4. Perumusan hipotesis

Ketika kita mengajukan atau merumuskan pertanyaan penelitian, maka sebenarnya pada saat itu jawabanya sudah ada dalam pikiran. Jawaban tersebut memang masih meragukan dan bersifat sementara, akan tetapi jawaban tersebut dapat digunakan untuk mengarahkan kita untuk mencari jawaban yang sebenarnya. Pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian disebut sebagai hipotesis penelitian. Hipotesisi penelitian dapat juga dikatakan sebagai dugaan yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah sebelum dibuktikan kebenarannya. Oleh karena berupa dugaan maka hipotesis yang kita buat mungkin saja salah. Ileh karena itu, kita harus melakukan sebuah percobaan untuk menguji kebenaran hipotesis yang sudah kita buat.

  1. Perancangan penelitian

Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu harus dipersiapkan rancangan penelitiannya. Rancangan penelitian ini berisi tentang rencana atau hal-hal yang harus dilakukan sebelum, selama dan setelah penelitian selesai. Metode penelitian, alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian juga harus disiapkan dalam rancangan penelitian.
Penelitian yang kita lakukan dapat berupa penelitian deskriptif maupun penelitian eksperimental. Penelitian deskripsi merupakan penelitian yang memberikan gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta dan sifat-sipat objek yang diselidiki. Contoh dari penelitian deskriptif, misalnya penelitian untuk mengetahui populasi hewan komodo yang hidup di Pulau komodo pada tahun 2008.
Adapun penelitian eksperimental merupakan penelitian yang menggunakan kelompok pembanding. Contoh penelitian eksperimental, misalnya penelitian tentang perbedaan pertumbuhan tanaman di tempat yang terkena matahari dengan pertumbuhan tanaman di tempat yang gelap.
Selain rancangan penelitian, terdapat beberapa faktor lain yang juga harus diperhatikan. Faktor pertama adalah variabel penelitian, sedangkan yang kedua adalah populasi dan sampel. Variabel merupakan faktor yang mempengaruhi hasil penelitian. Populasi merupakan kumpulan/himpunan dari semua objek yang akan diamati ketika melakukan penelitian, sedangkan sampel merupakan himpunan bagian dari populasi. Di dalam penelitian, variabel dapat dibedakan menjadi :

  1. Variabel bebas yaitu variabel yang sengaja mengalami perlakuan atau sengaja diubah dan dapat menentukan variabel lainnya (variabel terikat).
  2. Variabel terikat yaitu variabel yang mengalami perubahan dengan pola teratur (dipengaruhi oleh variabel bebas).
  3. Variabel control yaitu variabel yang digunakan sebagai pembanding dan tidak mengalami perlakuan atau tidak diubah-ubah selama penelitian.
  4. Pelaksanaan penelitian

Langkah langkah pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

  1. Persiapan penelitian biasanya diwujudkan dalam pembuatan rancangan penelitian. Alat, bahan, tempat, waktu dan teknik pengumpulan data juga harus dipersiapkan dengan baik.
  2. Pelaksanaan
  3. Pengumpulan/pengambilan data
  4. a) Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dengan menggunakan alat indra, seperti indra penglihatan (mata), indra penciuman (hidung), indra pengecap (lidah), indra pendengaran (telinga), dan indra peraba (kulit). Contohnya adalah ketika kita melakukan pengamatan buah mangga maka data kualitatif yang dapat kita peroleh adalah mengenai rasa buah, warna kulit, dan daging buah, serta wangi atau aroma buah.
  5. b) Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran sehingga akan diperoleh data berupa angka-angka. Contohnya adalah data mengnai berat buah mangga,ketebalan daging buah, diameter buah mangga.
  6. Pengolahan data

Setelah data-data yang diperlukan berhasil dikumpulkan maka tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan atau analisis data. Data yang diperoleh dapat ditulis atau dinyatakan dalam beberapa bentuk, seperti table, grafik dan diagram.

  1. Menarik kesimpulan

Setelah pengolahan data melalui analisis selesai dilakukan maka kita dapat mengetahui apakah hipotesis yang kita buat sesuai dengan hasil penelitian atau mungkin juga tidak sesuai. Selanjutnya kita dapat mengambil kesimpilan dari penelitian yang telah kita lakukan. Kesimpulan yang kita peroleh dari hasil penelitian dapat mendukung hipotesis yang kita buat, tetapi kesimpulan yang kita ambil harus dapat menjawab permasalahan yang melatarbelakangi penelitian.

  1. Pelaporan penelitian

Sistematika penyusunan laporan penelitian meliputi :

  1. Pendahuluan, bagian pendahuluan merupakan bagian awal dari laporan hasil penelitian dan berisi tentang latar belakang dilaksanakannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan hipotesis.
  2. Telaah kepustakaan/kajian teori, bagian kajian teori merupakan bagian yang berisi tentang hasil telaah yang dilakukan oleh peneliti terhadap teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
  3. Metode penelitian, berisi segala sesuatu yang dilakukan oleh peneliti mulai dari persiapan, pelaksanaan dan akhir dari sebuah penelitian. Bagian metode penelitian berisi tentang teknik pengambilan data, cara atau teknik pengolahan data, populasi dan sampel, alat, bahan, tempat dan waktu penelitian.
  4. Hasil dan pembahasan penelitian, berisi tentang data hasil penelitian yang berhasil dikumpulkan selama penelitian. Data yang diperoleh disampaikan dalam bentuk grafik, tabel , atau diagram.
  5. Kesimpulan dan saran, berisi tentang kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban terhadp hipotesis yang sudah diuji kebenarannya. Saran dari peneliti kepada pihak lain, yaitu pembaca dan bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), hal. 24

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 5

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2009) hal. 6

Vina Bastian, Macam-Macam Metode Penelitian (Online: http://vinabastian.blogspot.com)

Rimaru, Pengertian Konsep Analisis Menurut para ahli (Online: http://rimaru.web.id)

Alfa Rizki, Metode Penelitin Deskriptif (Online: http://alfaruq2010.blogspot.com)

Vina Bastian, Macam-Macam Metode Penelitian (Online: http://vinabastian.blogspot.com)

BABA AKONG DAN PRAHARA TSUNAMI BERTABUR BAKAU (SANG PENCINTA ALAM)

 

Cerita ini berangkat dari perjuangan seorang Baba Akong yang secara gigih melestarikan lingkungan dengan menanam lebih dari 23 hektar bakau. Semangat menanam pohon bakau ini berawal dari bencana Tsunami yang terjadi tanggal 12 Desember tahun 1992 di Flores, NTT. Peristiwa itu menimpa bapak Victor Emanuel Rayon (60), orang tua yang sehari-harian bekerja sebagai nelayan di teluk Ndete – Magepanda – Sikka. Saat bencana mahadahsyat itu menggoncang Magepanda, baba Akong, demikian panggilan akrab untuk bapak Victor Emanuel Rayon, berusaha menyelamatkan diri dan isterinya serta anak-anaknya. Sesudah bencana mengerikan itu, baba Akong mengingat kembali sebuah adegan penting. Batu sebesar pondok itu nyaris menelan nyawanya dan keluarganya. Untung ada sejumlah pohon di hadapannya yang sanggup menahan batu raksasa itu. Kisah itu mengandung makna tersendiri bagi baba Akong, orang tua kelahiran Belu-Timor, 27 September 1947. Pohon-pohon yang menyelamatkan mereka dari guliran batu di saat bencana, memberi pelajaran berarti baginya untuk menanam pohon, khususnya pohon bakau di pantai Ndete-Magepanda. Saat itu prinsipnya adalah melindungi nyawa dari terjangan tsunami.

Akibat tsunami daerah yang ia tinggali dipinggir pantai tepatnya di desa Ndete, Kecamatan Magepanda Kabupaten Sikka, NTT ditutupi air laut dan hingga kini desa tersebut ada didasar laut. Kejadian pahit yang membekas tersebut mendorong Baba Akong untuk menanam pohon Bakau di sepanjang pantai di daerahnya. “Kita tidak tahu, kapan bencana terjadi, entah malam entah siang. Lebih baik kita yang tinggal di pantai ini menanam pohon bakau sebanyak mungkin untuk melindungi diri dari terjangan gelombang pasang dan juga abrasi. Karena itu kita tidak perlu tunggu pemerintah. Saya tidak percaya orang-orang dari pemerintah yang bilang tanam anakan bakau di pasir tidak mungkin bakau itu tumbuh. Saya punya pengalaman dan saya belajar dari pengalaman sesudah bencana ’92. Saya berhasil menanam bakau di lahan yang sebagiannya tanah berpasir,” demikian tegas baba Akong.

Hingga kini pohon bakau yang tumbuh mencapai 23 hektar lebih. Kesemua perjuangan itu tidak dibiayai oleh pemerintah atau siapa saja tetapi pribadinya sendiri yang mana biaya perawatan dan pembibitannya diperoleh melalui menjual ikan. Hasil jualan ikan ia gunakan membeli bibit pohon bakau. Atas kesadaran ini ia menjaga hutan bakau hasil jerih payahnya sendiri, siapa pun tidak boleh menebang pohon bakau bahkan menembak burung- burung yang ada di dalam hutan bakau tersebut.Baba Akong selama lebih dari 10 tahun telah berupaya menanam bakau guna meminimalisir terjadinya abrasi bibir pantai di sekitar kepulauan NTT. Kesadarannya juga membuat dia sempat beradu mulut dan berkelahi dengan tentara Angkatan Laut yang hendak mencuri kayu dalam hutan bakau. Berkat perjuangan tersebut sekarang ia masuk nominasi Perintis lingkungan dalam penghargaan Kalpataru yang diberikan oleh Pemerintah di tahun 2008 ini.

Ternyata perjuangan Baba Akong tidak berhenti sampai disitu, setelah hutan bakau tersebut ada, banyak pihak yang ingin memperoleh keuntungan dari hutan bakau tersebut dengan cara-cara yang tidak baik(menebangi bakau secara liar, menembaki burung2 yang migrasi ke hutan bakau, dsb) sehingga berakibat pada ketidakseimbangan ekosistem. Dengan keberaniannya pula, Baba Akong melawan semua ketidakbaikan itu.

Di tengah riuh-rendahnya tingkah laku manusia mengeksploitasi alam, baba Akong justru berusaha melestarikan lingkungan hidup. Belajar dari pengalaman bencana mahadahsyat itu, orang tua yang pernah bekerja sebagai nahkoda Kapal Barang Surabaya – Maumere ini, berhasil merintis hutan bakau di sepanjang pantai Ndete seluas 23 hektare. Ia sendiri mengusahakan pembibitan dan menanam dengan semangat melindungi kehidupan. Ia yakin dengan menanam bakau, persoalan seperti abrasi bisa diatasi. Ia berusaha untuk menjaga kelestarian hutan bakau dengan cara terus menanam dan menanam lagi ratusan ribu anakan bakau pada lahan yang masih kosong. Dengan cara yang telah dirintisnya sejak tahun 1993 yang lalu, hutan bakau di Ndete pun kini berubah menjadi tempat berlindung ribuan burung yang terdiri dari berbagai jenis.

Melalui film dokumenter ini, kita dapat menyaksikan bahwa Baba Akong memang mempunyai pengalaman yang unik. Ketika memulai pekerjaan ini, orang-orang gunung yang tidak tahu-menahu soal bencana yang pernah ia alami, tak hentinya menertawai ia dan pekerjaannya. Suatu hari saat melihat baba Akong sedang bekerja, orang-orang gunung meragukan pekerjaannya yakni menanam anakan bakau di atas tanah berpasir. Lain kali, mereka justeru menganjurkan supaya baba Akong membuka lahan untuk membuat kebun saja, sebab pekerjaannya itu dipandang sebagai sesuatu yang sia-sia belaka.

Namun bersama keluarganya, ia tetap teguh berpegang pada prisipnya. Bahkan ia sendiri pernah menolak bekerja sama dengan dinas kehutanan yang juga meragukan caranya menanam bakau di tanah berpasir. “Secara alamiah bakau itu tumbuh di darat, bukan di dalam air. Karena itu kita bisa menanam di atas pasir. Yang paling penting adalah ketekunan dan kesediaan kita untuk merawatnya sehingga bisa berkembang baik. Pahon-pohon bakau yang ada di dalam air itu, awalnya di darat, tetapi abrasi menyebabkan pohon-pohon menjadi bagian dari air laut,” kata baba Akong sambil menunjuk serumpun pohon bakau di dalam laut.

Menyimak pengalaman baba Akong dalam film ini, patut diakui, bahwa masyarakat seharusnya menjadi basis penanganan bencana. Pengalaman bencana seharusnya menjadi dasar membangun kembali alam yang kian terkikis oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab. Bahwa relasi yang tidak seimbang antara manusia dan alam sudah riil menjadi penyebab terjadinya sebagian besar bencana alam di republik ini. Relasi yang tidak seimbang itu menunjukkan dominasi manusia terhadap alam makin tidak terbendung seiring dengan bencana alam yang kian rutin.

Alam tidak lagi dipandang sebagai teman hidup atau sesama ciptaan. Sebaliknya alam dipandang lebih sebagai obyek yang dapat dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab. Bila relasi manusia dengan alam terus berlangsung dalam konteks subyek – obyek seperti ini, maka jangan terkejut bila alam segera memberi ultimatum kiamat dengan petaka banjir, tanah longsor, gempa bumi atau tsunami yang mahadahsyat.

Eksploitasi yang besar-besaran terhadap lingkungan alam telah berakibat pada terganggunya kehidupan ekosistem. Burung-burung serta binatang lainnya, yang sebelumnya memiliki hutan sebagai habitatnya, kini hidup merana. Ada yang bereksodus tetapi yang lain telah punah karena ketiadaan tempat tinggal. Sedangkan mata air berkurang, karena air hujan yang turun ke bumi mengalir di atas permukaan tanah setelah tumbuhan pengisap air hujan ke dalam tanah ditebang habis. Akibatnya struktur tanah bertambah labil karena akar kayu pengikat tanah telah lapuk. Kondisi ini sudah tentu mempermudah terjadinya erosi, banjir, tanah longsor dan bencana kekeringan pun tak terhindarkan.

Kita seharusnya belajar lebih banyak lagi dari bencana alam di tahun-tahun silam dan menjadikannya sebagai basis untuk mengatasi bencana. Sebab tanpa membangun basis seperti ini, kita tak mungkin mengelakkan diri dari bencana yang bisa terjadi setiap saat. Tentang bencana alam tersebut, tak perlu lagi menunggu lebih lama, sebab krisis besar telah dimulai.

Kini baba Akong justru merasa senang karena ia bisa bermitra dengan pemerintah dalam usaha memelihara kelestarian alam khususnya wilayah pantai. Kemitraan dengan pemerintah itu bisa tampak lewat penunjukan dirinya sebagai pemimpin kelompok rehabilitasi Lingkungan Pantai. Baginya, sekalipun pemerintah kerap tidak mendukung secara finansial, ia tetap setia melakukan usaha pembibitan sehingga kelompok yang dipimpinnya tetap langgeng. Sering ia menghabiskan uang pribadi hanya untuk mengontrol dan memberi pelatihan bagi anggotanya yang berjumlah 15 orang. Sayangnya, ia menilai bahwa kelompok lain bekerja dengan sikap ketergantungan pada bantuan pemerintah yang acapkali tidak proaktif.

“Bagi saya, pengalaman bencana merupakan prinsip lingkungan hidup,” demikian baba Akong. Karena berpegang teguh pada prinsip yang demikian itu, ia bekerja dengan sepenuh hati. Ibu Anselina Nona dan keenam anaknya pun turut tak kalah aktif melakukan pembibitan. Ratusan ribu anakan bakau dipesan dari berbagai daerah, termasuk yang berasal dari Mukosaki di wilayah Ende hingga perbatasan Larantuka – Maumere. Baba Akong sendiri mengatakan bahwa di wilayah Flores ini terdapat duabelas jenis bakau, namun hanya dua jenis bakau yang merupakan bibit unggul. Kedua jenis bibit unggul itu adalah Avicennia Marina dan Rhizophora Mucronata. Kedua jenis bibit unggul ini bisa tumbuh di air tawar maupun air laut. Baginya, penanaman bakau di pantai Ndete oleh masyarakat sering gagal bukan karena kondisi alam tidak mendukung, sebaliknya karena masyarakat dan juga pemerintah masih mengutamakan “proyek” (uang).

Setelah menyaksikan film yang sangat menginspirasi tersebut, kita dapat menyimpulkan amanat bahwa dimana saat semua orang tidak pernah berfikir untuk menjaga alam dan lingkungan tempat mereka hidup, saat semua orang hanya bisa merusak tanpa mau menjaga dan memperbaiki, tetapi ada segelintir orang yang ternyata masih peduli. Peduli untuk menyelamatkan alam dan lingkungan dari kerusakan dan kemusnahan, tanpa berfikir untuk mendapat upah atau tanda jasa. Banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi yang mumpuni, acuh terhadap lingkungan dan kelestariannya, tetapi banyak juga orang yang hanya dengan berbekal tekad kuat tanpa dilandasi pendidikan yang layak mampu untuk berbagi teladan kepada semua orang. Begitu malu saya dengan semua itu. Begitu saya merasa belum berperan sedikitpun dalam menjaga bumi dan seisinya.

 
 

 

 

 

DARI MASA KE MASA

MENGENAL PARA PEMIMPIN PEMERINTAHAN SIKKA

Sejak awal terbentuknya Kerajaan Sikka, yaitu kira-kira pada tahun 1607, pusat pemerintahan ber¬markas di kampung Sikka, di istana ” LEPO GETE(Kini di atas reruntuhan istana LEPO GETE itu, Pemerintah Kabupaten Sikka membangun kembali Rumah Adat itu pada tahun 2000 dengan biaya Rp 100 juta, untuk melestarikan sejarah, budaya dan sekaligus menjadi obyek wisata).
Terkecuali Raja SIKU KORUN DA CUNHA (sekitar tahun 1800) dan Raja PRISPIN DA CUNHA (1850) yang inenetap di Maumere.
Ketika Raja Sikka DON ANDREAS JATI XIMENES DA SILVA memegang kekuasaan (1871-1898), beliau secara resmi menerima kedatangan Misionaris pertama asal Belanda, P.C. OMZIGHT SJ, pada tahun 1873 di Maumere. Demikian pula dalam masa pemerintahannya itu, Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya membenum seorang “Posthouder” pada tanggal 24 Agustus 1879 di Maumere. Posthouder G.A.VAN SIEK itulah yang menyarankan agar Raja Sikka sebaiknya selalu berada di Maumere. Sebab ketika itu Maumere sudah ramai sekali sebagai tempat pertemuan para pedagang dad berbagai jurusan. Termasuk para pedagang Cina yang mulai membuka toko-toko dengan menjual serba macam barang dagangan. Kehadiran raja sangat diperlukan untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan, mengatur ketertiban umum, mendistribusikan tanah, pengamanan daerah pelabuh¬an dan lain sebagainya.
Saran yang baik itu sangat menarik perhatian sang Raja Sikka. Secara bertahap mulai diarahkan rencana dan perhatian untuk memindahkan ibukota Kerajaan Sikka ke Maumere. Akan tetapi barn pada tanggal 26 Pebruari 1894 dipancangkanlah tiang pertama bangunan istana Raja Sikka itu di Maumere. Danpada tanggal 8 Maret 1894 diselenggarakan suatu pesta rakyat yang marak meriah dengan acara main dadu dan sabung ayam selama seminggu sebagai tanda peresmian pembangunan istana itu (di atas puing istana Raja Jati itu sekarang berdiri bangunan rumah dua bersaudara sekandung keturunan Raja Sikka, MIKHAEL DA SILVA dan RAFAEL DA SILVA). Namun demikian, Raja Sikka masih tetap saja berdiam di kampung Sikka. Beliau datang ke Maumere hanya sesewaktu apabila perlu atau diminta Posthouder.
DON JOSEPHUS NONG MEAK DA SILVA dinobatkan menjadi Raja Sikka ke-14 pada tahun 1903. Pada mulanya beliau menetap di kampung Sikka, dan barn pada tahun 1918 (tanggal dan bulan tidak tercatat), beliau mengambil keputusan untuk memindah¬kan ibukota pemerintahan Kerajaan Sikka ke Maumere (versi lain menyebutkan kepindahan itu terjadi tahun 1917, menurut tulisan P.S. DA CUNHA dalam surat khabar Mingguan “BENTARA” Ende edisi tanggal 15 Juni 1954).
Raja NONG MEAK membangun istananya, yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai “Oring Sirat”, di lokasi yang sekarang sudah berdiri bangunan Losmen Lareska, sedangkan bangunan kantor pemerintahan Kerajaan Sikka (Landschaap Sikka) terletak di Kompleks Lapangan Tugu (sementara ini sudah menjadi lokasi sakral Patung “KRISTUS RATU ITANG”).
Sampai dengan tahun 1944, Raja Sikka DON THOMAS terus melanjutkan pembangunan Kota Mau-mere, antara lain pasar, toko, jalan-jalan, rumah para pegawai, perkampungan penduduk, termasuk memba¬ngun istana kediaman Raja Sikka.
Raja Sikka DON THOMAS inilah yang patut ditokohkan sebagai putra daerah peletak dasar dan pemikir mula, awal modernisasi pembangunan kota Maumere. Konsepnya ini mulai dikembangkan semenjak beliau memangku jabatan Raja Sikka pada tahun 1920 hingga ajal menjemputnya pada tanggal 18 Mei 1954 di Ende. Lebih-lebih pada tahun-tahun awal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Gagasannya yang cemerlang dan karya dengan kerja keras yang tidak kenal lelah, kini dilanjutkan oleh para penerima tongkat estafet kepemimpinannya dalam tampuk pemerintahan para Bupati Kepala Daerah Otonom Tingkat II Sikka sejak tahun 1960.

Sejarah pemerintahan kabupaten ini mengalir dari zaman kerajaan yang berakhir pada masa pemerintahan raja Don Thomas (1954), kemudian dilebur menjadi Swapraja Sikka pada tahun 1953 dengan kepemimpinan kolegial oleh Dewan Pemerintahan Daerah Swapraja (DPDS). Masa keswaprajaan hanya berlangsung enam tahun dan berakhir pada tahun 1959 ketika terbentuknya Pemerintahan Daerah Swatantra (Daswati) II Sikka berdasarkan UU No.1 Tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah.

Pemerintah Pusat menunjuk Don PCX da Silva, raja Sikka terakhir sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah menyusul pembentukan DPRD Peralihan Daswati II Sikka tahun 1959.

*PAULUS SAMADOR DA CUNHA*
(1960-1967)

Lahir di Sikka, 13 januari 1924. Politikus dari Partai Katolik, mantan anggota DPD Flores dan mantan anggota Konstituante (1956-1959), adalah seorang pamong praja yang tekun dan bersahaja.

Dalam masa jabatan kebupatiannya, pemerintah daerah masih sangat sulit dengan dana, kemampuan sumber daya manusia terbatas, potensi sumber daya alam pun belum dikelola, apalagi situasi politik, ekonomi dan keuangan Negara sama sekali tidak mendukung.

Namun beliau merintis pembukaan kawasan untuk lahan pertanian di Magepanda, Waigete dan Nebe sebagai wilayah produksi pangan dengan menggunakan tenaga kerja dari Tebuk dan Koting. Desa “gaya baru” yang merupakan konsep perubahan dari sistem pemerintahan kampung digelarnya secara gencar di seantero kabupaten ini.

Ia juga membentuk tujuh kecamatan dengan menghapus sistem pemerintahan Haminte (1962-1964). Ia mengangkat kegemaran rakyat akan lagu dan tarian daerah, seni budaya dikembangkan, olahraga dibina dan belis diseminarkan.

Konseptor pembangunan Gelanggang Olahraga Madawat (kini Gelora Samador) ini tidak lupa mengandalakan pemuda sebagai potensi pembangunan, dan oleh karena itu ia berhasil menyiapkan kader-kader pemimpin masa depan.

Beliau meninggal dunia di Kupang tanggal 19 September 1970, ketika sedang bertugas sebagai pejabat tinggi di Kantor Gubernur NTT.

*LAURENSIUS SAY*
(1967-1977)

Bupati kedua ini lahir di Umauta-Bola, 2 Februari 1924. Veteran Pejuang Angkatan 1945 dan mantan anggota MPRS-RI 91960-1966) ini adalah seorang pemimpin yang berwatak keras, pragmatis, ekonom dan demokrat.

Alumi Schakelschool Ndao-Ende ini, sukses sebagai bupati dalam membina keswadayaan masyarakat melalui program pengembangan partisipasi pembangunan, antara lain pembangunan Pasar Maumere (1968) dan tambak ikan banding Koliaduk (1969).

Dengan bekal sekolah pertanian di Bogor, pengalamannya di Inggris (1945) dan sebagai wakil Pemerintah Indonesia dalam Badan Kerja Sama Industri Perkelapaan Philipina-Indonesia (PICC) di Manila (1963-1965), Laurens Say berhasil memasyarakatkan program lamtoronisasi dan menggalakkan penanaman kakao, kopi dan cengkeh dalam kerja sama dengan Biro Sosial Maumere, lembaga sosial ekonomi Gereja Katolik setempat (PH Bollen,SVD/Biro Sosial Maumere).

Bupati Laurens Say juga mengembangakan perkoperasian melalui wadah KUD seturut program nasional.
Ia membuka jalan ke berbagai desa terpencil guna menerobos keterasingan dan ketertutupan masyarakat dari arus ekonomi, akses pendidikan, kesehatan, pariwisata dan sejumlah sektor lainnya.

Anggota DPR/MPR-RI 1977-1982 ini ditunjuk oleh Uskup Agung Ende menjadi Ketua Umum Panitia Perayaan Nasional Tahun Maria di Maumere (Juli 1988). Sebelum meninggal dunia beberapa waktu lalu, Laurens Say melewati masa tuanya di Jalan Kesehatan Maumere.

*DRS. DANIEL WODA PALE*
(1977-1988)

Kepemimpinan Kabupaten Sikka selanjutnya beralih ke tampuk Drs. Daniel Woda Pale. Ia lahir di Paga, 9 Juli 1939, putra mosalaki Donatus J Pale, mantan anggota DPDS Sikka.

Pegawai negeri bergelar sarjana ilmu pemerintahan jebolan IIP Malang (1974) ini, adalah seorang pamongpraja karier yang energik, dinamis dan menyimpan segudang cita-cita besar untuk Sikka. Ia pernah menjadi Camat Maumere (1962-1964) dan Sekwilda Sikka (1968-1970 dan 1974-1977).

Dengan bangga ia meneruskan karya para pendahulunya, khususnya program lamtoronisasi dan pola pertanian lahan kering. Ia memilih mangga sebagai tanaman holtikultura yang digemari rakyat untuk dikembangakan menjadi makanan bergizi selain sebagai komoditas perdagangan.

Pada zamannya ia mengangkat sektor perikanan ke permukan dan mulai dengan pengembangan industri pariwisata. Kebupatiannya menjadi lebih berbobot ketika fasilitas Pelabuhan Maumere diperluas dan kemampuan daya sandar kapal ditingkatkan, serta pembangunan Depot Pertamina dan SPBU.

Mengatasi masalah kepadatan penduduk, sejumlah rakyat Sikka ditransmigrasikannya ke Irian Jaya, Kalimantan dan Sulawesi sesuai program nasional. Ketika memegang tongkat kepemimpinan ini, Kabupaten Sikka menerima tanda kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha, lambang supremasi keberhasilan pembangunan tingkat nasional pada Pelita III di bidang koperasi dan penghijauan (1979-1984).

Pada puncak masa pengabdiannya, Daniel Woda Pale menduduki posisi strategis dalam jajaran pemerintahan di Propinsi NTT tahun 1989-2004. Terakhir ia menjabat Ketua DPRD Propinsi NTT (1999-2004).

Politisi kawakan ini ditunjuk menjadi Ketua Umum Panitia Penyambutan Kunjungan Pastoral Sri Paus Johanes Paulus II di Maumere pada bulan Oktober tahun 1989. Kini sebagai pensiunan pejabat Negara, Daniel Woda Pale kembali ke kota kecintaanya, Maumere.

*DRS. AVELINUS MASCHUR CONTERIUS*
(1989-1993)

Putera asal Lela ini, lahir di Paga tanggal 18 Mei 1942. Sarjana Ilmu Pemerintahan lulusan IIP Jakarta ini pernah menjadi Sekwilda Kabupaten Alor.

Ia juga meneruskan karya para pendahulunya secara menonjol dalam sektor perikanan, kepariwisataan dan transmigrasi. Dengan tekun Bupati Conterius merencanakan dan melaksanakan program pembukaan, perluasan dan peningkatan ruas jalan raya ke kawasan terpencil yang potensial.

Dalam bidang komunikasi, ia tampil greget dengan membangun Stasiun Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD), meski harus menghabiskan biaya ratusan juta rupiah. Namun ia berhasil merengsek PAD APBD II Sikka dari sekitar 500 juta dimasa Bupati Dan Woda Pale menjadi Rp.1 miliar setiap tahunnya.

Ia merangkum kerja sama antar KUD dengan Asosiasi Wiraswasta, meski konsep kerja itu dikritik habis-habisan oleh banyak kalangan.

Prestasinya untuk membenahi dan memberdayakan potensi aparatur pemerintah daerah serta menggalakkan program pendidikan jejang karier kepegawaian, patut diberikan ancungan jempol.

Ia membentuk kecamatan Alok, peralihan dari KOPETA Maumere, dan desa menjadi kelurahan, dari 5 menjadi 13 kelurahan. Ia bernasib mujur, karena dalam masa jabaannya, di Maumere berlangsung peristiwa akbar Perayaan Nasional Tahun Maria 1988 yang dihadiri ribuan umat Katolik dari 33 keuskupan di Indonesia pada bulan Juli 1988.

Perayaan kunjungan Pastoral Sri Paus Johanes Paulus II dalam bulan Oktober 1989, saat kepemimpinannya teruji untuk menyukseskan perayaan agung itu.

Dua peristiwa tersebut telah mengangkat popularitas Kabupaten Sikka ke atas pentas Nasional dan Internasional.

AM Conterius meninggal dunia di Kupang tanggal 4 Oktober 1994 dalam usia 52 tahun, setelah lebih dari setahun menjadi pejabat di kantor Gubernur Propinsi NTT.

Tongkat estafet kepemimpinan kemudia disambut dengan optimisme oleh Alexander Idong ditengah ambruknya sarana dan prasarana akibat gempa tektonik dan hempasan tsunami Desember 1992. Ia terpilih sebagai Bupati Sikka yang kelima.

*ALEXANDER IDONG*
(1993-1998)

Lahir di Nele, 13 April 1941. Meski hanya jebolan KDC Kupang (1962), ia pernah menjadi Camat Maumere (1964-1974), dan menjabat Kepala Kantor Sensus dan statistic Kabupaten Sikka selama kurang lebih 20 tahun, sambil menangani program transmigrasi nasional pada masa kebupaian Drs. Daniel Woda Pale dan Drs. AM Conterius.

Bendahara DPD II Golkar Sikka (1988-1993) ini terpilih menjadi Ketua DPRD II Sikka (1992-1993), dan kemudian terorbit menjadi Bupati Sikka. Ia naik ke puncak karier politiknya dalam jabatan ini sebagai “bupati gempa”.

Tugas utamanya adalah membangun kemabli puing-puing reruntuhan dari semua bangunan yang diporak-porandakan oleh gempa bumi dan gelombang tsunami dasyat 12 Desember 1992 (sekolah, rumah sakit, puskesmas, kantor dan rumah diam kedinasan serta fasilitas umum seperti pasar, stadion, jaringan listrik dan air minum, dan sebagainya).

Bupati Alex Idong-lah yang berjuang membebaskan bidang tanah rakyat dengan dana APBD II Sikka untuk perpanjangan landasan pacu bandara Waioti dan perluasan jalur/ruas jalan dalam kota Maumere.

Ia menyiapakan konsep pemekaran desa-desa. Dalam masa kebupatiannya, RSUD dr. TC Hillers yang dibangun dengan dana APBN sebesar 10 miliar (1996-1997) mulai dioperasikan. Ambisinya membangun, mendorong kerja keras untuk merengsek PAD Kabupaten Sikka menjadi Rp 2,2 miliar TA 1997/1998.

Ia juga mengejar prestasi dalam upaya peningkatan produksi dan pemasaran jambu mente dan menarik investor untuk beroperasi di kabupaten ini.

Setelah tidak terpilih lagi pada suksesi tahun 1998, ia kembali ke kampung kelahirannya dan tinggal di Nara, Desa Lepolima, Kecamatan Maumere.

*DRS. PAULUS MOA*
(1998-2003)

Lahir di Ian-Wolokoli, Kecamatan Bola, 10 September 1940. Sarjana ilmu pemerintahan jebolan IIP Jakarta (1978) ini, pernah menjadi Camat Bola (1964-1966) dan Camat Nimboran, Jayapura, Iarian Jaya (1973). Kemudian menempati jabatan strategis dalam jajaran pemerintah daerah Timur-Timur (1979-1998) sebagai Pendamping Bupati Viqueque, sekwilda Bobonaro, Kota Administratif Dili, Manufahi dan Liquisa.

Memantapkan tugas kebupatinnya (1998-2003) dengan Sapta Program menyangkut kualitas SDM, pengentasan kemiskinan, kualitas lingkungan hidup dan tata ruang, pemanfaatan lahan pertanian, pengembangan agrobisnis dan agroindustri, peningkatan program koperasi dan pembangunan pariwisata.

Ia berhasil menaikkan PAD APBD Sikka dari 2,2 miliar pada masa Bupati Alex Idong (1997) menjadi 7 miliar pada TA 2002. Meneruskan program rehabilitasi pasca gempa tsunami 1992, dan membangun taman-taman kota yang menelan biaya sekitar Rp.1 miliar. Ia membangun kembali istana Lepo Gete di Kampung Sikka sebagai lambang kebanggaan sejarah dan budaya untuk menjadibsatu lokasi tujuan wisata budaya.

Dijalinnya kerjasama dengan Ausaid untuk program pelestarian taman laut, terumbu karang dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Begitu pun kerja sama dengan UNICEF untuk program ASI (kesejahteraan ibu dan anak dalam sektor kesehatan) dan dengan GTZ untuk program kebersihan lingkungan.

Masa kebupatiannya masuk dalam hari-hari awal reformasi setelah Orde Baru, sehingga ia terus menerus menghadapi gelombang demonstrasi dalam berbagai masalah kerakyatan, mulai dari penjual sayur, tukang ojek sampai topic-topik politik yang rumit, seperti masalah pengungsi Timor-Timur, masyarakat adapt, perbatasan kawasan hutan, kenaikan harga sembako dan BBM, serta turunnya harga komoditi.

Usai jabatan bupati, ia menjadi anggota DPRD Propinsi NTT dari partai Golkar hasil Pemilu 2004 dengan jumlah perolehan suara melampaui Bilangan Pembagi Pemilu (BPP). Kini Drs. Paulus Moa menjabat Wakil Ketua DPRD Propinsi NTT, tinggal di Kupang.

*DRS. ALEXANDER LONGGINUS DAN DRS. YOSEPH ANSAR RERA*
(2003-2008
)

Tanggal 25 Januari 1960 merupakan tanggal kelahiran Alexander Longginus, tepatnya di Riit-Nita. Politisi muda jebolan “sekolah” Bung Kanis dan aktivis LSM yang kerap dipanggil Allong ini, pernah bergumul dalam hidup keseharian sebagai petani, peternak, petambak ikan, pemasak minyak kelapa, pembakar batu merah, papalele kopra, guru dan manager hotel, sebelum naik ke kursi nomor satu Kabupaten Sikka.

Fungsionaris PDI, kemudian PDI Perjuangan ini berambisi membangun kabupaten ini dengan memancang tonggak perubahan masyarakat Sikka “moret epang” (hidup makmur:bah.Sikka-red.) dengan filosofi GEMBIRA (Gerakan Membangun Berbasis Inisiatif Rakyat).

Ia merencanakan tiga program utama : Peningkatan Kualitas SDM, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat dan Kerja Sama Kemitraan yang efektif. Implementasi program itu tahap demi tahap mulai dilaksanakan, antara lain menyusun data base menyangkut potensi desa dan tingkat kesejahteraan/kemiskinan rakyat, mendirikan sebuah Universitas Daerah (UNIPA), melaksanakan desentralisasi fiscal sebagai upaya membangun kesadaran, merangsang tanggung jawab dan memacu keswadayaan masyarakat desa, mengendalikan kebijakan keuangan daerah secara ketat, meneruskan konsep Bupati Paulus Moa untuk membangun sebuah SPBU (kerja sama dengan Pertamina). Bupati Allong juga membangun jaringan kerja sama Flores-Portugal, meneruskan program pelestarian terumbu karang dan upaya peningkatan haja hidup masyarakat pesisir melalui program COREMAP.

Sebagai seorang “kampung”, non birokrat, ia harus berenang di engah arus kuat birokrasi yang sudah mapan. Semua kebijakan terobosan ini telah menjadi komoditas politik yang mahal harganya, karena lebih sering sarjana Administrasi Niaga Undana ini “diadili” oleh berita serta isu-isu yang bertebaran di tengah masyarakat; telah banyak suara dilansir dengan gaya kurang pas dengan tata karma dan etika politik.

Terus menerus Pemerintah dan DPRD Sikka dibombardir oleh demonstrasi-demonstrasi yang beruntun dilancarkan dengan cara-cara yang kurang simpatik atas nama demokrasai atau reformasi. Demikianlah konsekuensi politik yang mesti dipikul guna mencapai konsep perubahan yang transparan.

 *DRS. SOSIMUS MITANK DAN DR. WERA DAMIANUS, MM*

(2008-2012)

Nama: Drs. Sosimus Mitang
– Tempat/Tgl: Maumere, 22 November 1950
– Alamat: Jalan Nairoa, Lokaria-Maumere
– Agama: Katolik
– Nama istri: Firmina Sedo
– Anak: Satu orang
– Pendidikan: FIA Undana Kupang, 1983
* Pengalaman kerja
– Kepala Sub Bagian Bina Perangkat Desa dan Kelurahan pada Biro Pemerintahan Desa Setwilda NTT di Kupang, 1 Oktober 1982-23 Oktober 1986.
– Kepala Cabang Dinas Pariwisata NTT Wilayah III meliputi Kabupaten Alor, Flores Timur, Ende dan Sikka di Maumere dari 23 Oktober 1986-25 Juni 1991.
– Kepala Dinas Perhubungan dan Promosi Daerah di Jakarta, 25 Juni- 16 Maret 1994.
– Kepala Dinas LLAJR Sikka, 16 Maret 1994- 21 April 1998.
– Kepala Dinas Pariwisata Sikka, 21 April 1998- 8 Desember 1998.
– Ketua Bappeda Sikka, 8 Desember 1998-22 Februari 2001.
– Pj. Asisten Administrasi Kabupaten Sikka, 22 Februari 2001-20 November 2002.
– Kepala BKD Kabupaten Sikka, 20 November 2002-13 Desember 2003.
– Kepala Badan Kesbanglinmas Sikka, 13 Desember 2003-27 Agustus 2005.
– Sekretaris Daerah Kabupaten Sikka, 27 Agustus 2005-31 Desember 2006.

 *DRS. YOSEPH ANSAR RERA DAN DRS. PAOLUS NONG SUSAR*

” SATU SIKKA”
(2012-2017)

Lahir di Sokowaga Desa Detu Binga Kecamatan Paga (Kini Kecamatan Tana Wawo) Kabupaten Sikka pada 21 Maret 1955. Bapak murah senyum ini telah mengabdikan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama 34 tahun.

Karier terakhir ayah dari Edy Rera dan Amanda Rera ini adalah sebagai Sekertaris Daerah Kabupaten Ende. Ansar, demikian Suami dari Irma Tibuludji Rera ini biasa disapa adalah seorang birokrat yang kaya pengalaman Pemerintahan.

  1. Tahun 1979 sebagai Kader Pelopor Pembangunan Desa (KPPD) di Desa Kota Ndora Kecamatan Mborong, Manggarai.
  2. 1982, setelah itu diangkat sebagai Kasub. Bidang Penyaringan pada Malwil Hansip Propinsi di Kupang,
  3. sejak 1990 hingga 1994 menjabat Camat Nita (termasuk Kecamatan Magepanda kini) kemudian dipercayakan sebagai Kepala Bagian Tata Pemerintahan, selanjutnya dipercaya sebagai Kepala Kantor Sosial Politik Kabupaten Sikka (kini bernama Kesbangpol dan Linmas).
  4. Tahun 2001 diangkat sebagai Sekertaris Dewan pada DPRD Kabupaten Sikka. Sebagai Sekertaris Dewan, sosok rendah hati ini mengembangkan kemampuan politiknya sebagai seorang birokrat ditengah percaturan politik di Lepo Kula Babong. Sebagai seorang Birokrat, Ansar juga mencontohi kepemimpinan Bupati – Bupati terdahulu, diantaranya Paulus Samador da Cunha, Laurensius Say, Daniel Woda Pale, Alexander Idong dan Paulus Moa.
  5. 2003—2008, Yoseph Ansar Rera dipilih sebagai Wakil Bupati Sikka pertama di Kabupaten Sikka. Usai sebagai Wakil Bupati Sikka, Ansar Rera dipercaya sebagai Staf Ahli Bidang Pemerintahan Setda Sikka dan kemudian dipercaya sebagai Sekertaris Daerah Kabupaten Ende,
  6. 2010-2012. Ansar Rera juga Sebagai Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ende, Ansar menerima penghargaan dari Yayasan Penghargaan Indonesia sebagai The Best Executive Award Tahun 2012. Juga pernah menerima Penghargaan Adhikarya Satya Bhakti sebagai Citra Keluarga Harmonis.

GLOBAL WARMING DAMPAK TEKNOLOGI GLOBALISASI DAN TANTANGAN BAGI GEREJA MASA KINI

“Mengapa hari ini terasa begitu panas?” Kita sering mendengar pernyataan serupa di sekitar kita atau pun dari diri kita sendiri. Data menunjukkan planet bumi mengalami peningkatan suhu dari tahun ke tahun. Selain makin panasnya cuaca, makin banyaknya fenomena alam yang semakin tidak terkendali belakangan ini. Mulai dari banjir, puting beliung, semburan gas, hingga curah hujan yang tidak menentu dari tahun ke tahun. Pemanasan global menjadi isu yang paling hangat dibicarakan di seluruh dunia dan mendapat perhatian tak hanya dari kalangan aktivis lingkungan, tapi juga pemerintah dan industri dan di semua kalangan..

Dalam penelitian Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC), sebuah lembaga internasional beranggotakan lebih dari 100 negara yang diprakarsai PBB, pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan suhu di dunia sekitar 0,6 hingga 0,7 derajat dan di Asia 10 derajat. Hal ini berdampak pada melelehnya Gleser (Gunung Es) di Himalaya dan Kutub Selatan serta berkurangnya ketersediaan air di daerah-daerah tropis sebanyak 20% hingga 30%. Melelehnya Gleser di Himalaya dan Kutub Selatan sendiri berdampak secara langsung pada peningkatan permukaan air laut setinggi 4-6 meter. Jika hal ini terus menerus dibiarkan maka pada tahun 2012 air laut akan mengalami kenaikan lagi sekitar 7 meter. Dengan begitu otomatis ekosistem dan kehidupan di daerah pesisir dan kepulauan akan terancam punah.

Penyebab terjadinya pemanasan global

Josef Leitmann, Koordinator Lingkungan Bank Dunia untuk Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali pada tanggal 3 – 14 Desember 2007 mengutarakan, di Indonesia 84% dari semua emisi karbon berasal dari pembalakan hutan, menyumbang 18% terhadap emisi gas rumah kaca global, alih guna lahan, kebakaran hutan, dan degradasi lahan gambut. Karenanya, Indonesia menjadi negara nomor satu di dunia sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar.

Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu keseimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. Variasi dari Matahari yang diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer.

Laporan PBB tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan “industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia serta gas rumah kaca berasal dari penggunaan listrik.

Departemen Sains Geofisika (Department of Geophysical Sciences) Universitas Chicago, menyingkap bahwa jika diet beralih ke diet tumbuh-tumbuhan, maka akan dapat  mencegah satu setengah ton emisi gas rumah kaca ektra per orang per tahun.

Dampak pemanasan global

Pemanasan Global berdampak pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland telah mencair hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas 2007  tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya. Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es berbentuk lempengan besar yang disebut Wilkins Ice Shelf seluas 414 kilometer persegi di Antartika runtuh. Menurut peneliti NSIDC Ted Scambos, bongkahan es yang mengambang permanen di sekitar 1.609 kilometer selatan Amerika Selatan, barat daya Semenanjung Antartika setelah adanya perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa tinggal 12.950 kilometer persegi, ditambah 5,6 kilometer potongan es yang berdekatan dan menghubungkan dua pulau. Hal ini berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.

NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat.

Pemanasan Global mengakibatkan gelombang panas menjadi semakin sering terjadi dan semakin kuat. Tahun 2007, daerah St. George, Utah memegang rekor tertinggi dengan suhu tertinggi mencapai 48 o Celcius! (kota Surabaya yang terkenal panas ‘hanya’ berkisar di antara 30o-37o Celcius). Las Vegas dan Nevada yang mencapai 47o Celcius, serta beberapa kota lain di Amerika Serikat yang rata-rata suhunya di atas 40o Celcius. Serangan gelombang panas memaksa pemerintah di beberapa negara bagian untuk mendeklarasikan status darurat siaga I. Serangan itu memakan beberapa korban meninggal (karena kepanasan), mematikan ratusan ikan air tawar, merusak hasil pertanian, memicu kebakaran hutan yang hebat, serta membunuh hewan-hewan ternak. Pada tahun 2003, daerah Eropa Selatan juga pernah mendapat serangan gelombang panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari 35.000 orang meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis (14.802 jiwa). Korban jiwa lainnya tersebar mulai dari Inggris, Italia, Portugal, Spanyol, dan negara- negara Eropa lainnya.

Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perubahan ekosistem yang ekstrim ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)

Apa yang harus kita lakukan? Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara menanam pohon lebih banyak lagi sebab dapat menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Tanaman akan kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.

Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan. Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.

Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk membuat suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Perjanjian ini, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012.

Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca.

Dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali pada tanggal 3 – 14 Desember 2007 yang diikuti oleh delegasi dari 190 negara menyetujui pengurangan emisi karbon dioksida dan efek-efek rumah kaca lainnya. KTT Iklim di Bali mengawali global momentum dalam menghentikan perubahan temperatur dunia (global warming) yang dapat berdampak tenggelamnya pantai dan pulau-pulau oleh samudra, melenyapkan spesies-spesies, menghancurkan pertumbuhan ekonomi dan memicu bencana alam.
Mengapa sebagai orang Kristen harus memperhatikan dan terlibat dalam masalah ini? Dokumen Kepausan yang secara khusus berbicara tentang lingkungan dan masalah-masalah pembangunan berjudul, “Berdamai dengan Allah Pencipta, berdamai dengan segenap ciptaan” (1Januari 1990) menegaskan bahwa “setiap orang Kristen mesti menyadari bahwa tugas mereka terhadap alam dan ciptaan merupakan bagian esensial dari iman mereka” (no.15). Allah sang pemilik dunia mendesak kita untuk memperhatikan keadilan ekologis, yang berarti relasi yang baik antara manusia dengan bumi. Sekarang ciptaan diakui sebagai satu komunitas makhluk ciptaan dalam kaitan relasi dengan yang lain dan dengan Allah. Gereja dan kelompok antar-agama tentang perubahan iklim telah lama terlibat. Dalam atmosfer ekumenis, kita harus merangkul sesama Kristen seperti juga non-Kristen untuk bekerja demi hal tersebut. Tugas kita sebagai manusia religius adalah mengkontemplasikan keindahan dan kehadiran Allah dalam segala sesuatu. Kontemplasi tersebut dapat membimbing kita kepada metanoia, pertobatan hati,yang merupakan tempat yang bagus bagi kita semua untuk mulai menanggapi krisis planet kita, krisis rumah kita, ciptaan Allah, ketika memasuki milenium baru ini.

Kita membutuhkan suatu model sikap untuk melihat dunia secara berbeda. Lepas dari perubahan-perubahan yang ada, kita dapat mulai dari gaya hidup kita sebagai landasan, hal ini penting karena kita bekerja demi mengubah kebijaksanaan pada level internasional dan nasional. Hal tersebut mencakup pangggilan kepada pertobatan ekologis ( Yohanes Paulus II, 17 Januari 2001), memperdalam pemahaman kita akan perubahan iklim dan masalah-masalah ekologis.

BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH

BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH

   

            Manusia dalam proses berpikir, berkomunikasi dan mendokumentasikan jalan pikiran untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, tidak terlepas dari alat yang disebut SARANA ILMIAH. Ada empat sarana ilmiah yang mempunyai peranan sangat mendasar bagi manusia yaitu Bahasa, Matematika, Statistika dan Logika.

            Sarana ilmiah merupakan ilmu yang merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berfikir induktif (metode pemikiran yg bertolak dari hal/peristiwa khusus untuk menentukan hal yg umum) dan deduktif (metode pemikiran yg bertolak dari hal/peristiwa khusus untuk menentukan hal yg umum) dalam mendapatkan pengetahuan. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan berfikir ilmiah, sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah. Sarana berfikir ini juga mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan.

            Dalam proses berpikir ilmiah tersebut, diperlukan alat komunikasi verbal sebagai alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran pada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif . Alat yang dimaksud adalah bahasa. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berfikir secara sistematis dan teratur dalam menggapai ilmu dan pengetahuan.

Menggunakan bahasa yang baik dalam berfikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Ketika bahasa disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi disifatkan dengan ilmiah juga, yakni komunikasi ilmiah. Komunikasi ilmiah ini merupakan proses penyampaian informasi berupa pengetahuan. Sifat bahasa ilmiah  adalah terbebas dari unsur emotif dan bersifat reproduktif, artinya jika si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi berupa “X” misalnya, si pendengar juga harus menerima “X” juga. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadi kesalahan informasi, di mana suatu informasi berbeda maka proses berfikirnya juga akan berbeda.

    Hubungan antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika dan Statistika

            Empat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lainnya, memiliki peranan yang mendasar dalam rangka berpikir induktif untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dan tidak dapat terlepas satu sama lainnya dalam berbagai aspek kehidupan ilmiah manusia, yaitu:  Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain dengan penalaran ilmiah yang berdasar pada  proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Fungsi matematika hampir sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Matematika merupakan ilmu deduktif yang memiliki kontribusi dalam perkembangan ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Statistik mengandung arti kumpulan data yang berbentuk angka angka (data kuantitatif). Penelitian untuk mencari ilmu (penelitian ilmiah), baik berupa survei atau eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti dengan menggunakan teknik-teknik statistik yang mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.. Logika merupakan sarana berpikir sistematis, valid, cepat, dan tepat serta dapat dipertanggungjawabkan.

   Pengertian Bahasa

Ada beberapa pengertian bahasa seperti yang diutarakan oleh:

  1.   Ernest Cassirer, (Jujun dan Amsal Bachtiar), bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuannya berfikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolycum, yaitu makhluk yang mempergunakan simbol. Secara generik istilah ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah homo sapiens, sebab dalam kegiatan berfikir manusia mempergunakan symbol
  2. Wittgenstein yang menyatakan: “batas bahasaku adalah batas duniaku yaitu dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir seseorang dan tiada batas dunia baginya
  3. Bloch and Trager mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Amsal Bachtiar, bahwa “a language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates” (bahasa adalah suatu system simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi)
  4. Joseph Broam mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Amsal Bachtiar, bahwa a language is a structured system of arbitrary vocal symbols by means of which members of social group interact (Bahasa adalah suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok social sebagai alat bergaul satu sama lain)

Dari Dari kutipan pengertian di atas dapat disimpulkan Bahasa adalah suatu sistem dari simbul atau lambang bunyi arbitrer (bermakna) yang dihasilkan oleh alat ucap/ ujaran  manusia dan dipakai oleh masyarakat dan atau oleh para anggota suatu kelompok social untuk melakukan komunikasi yaitu menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi kepada orang lain/ alat bergaul satu sama lain, melakukan kerja sama dan untuk identifikasi diri.

   Unsur Bahasa

Batasan-batasan pengertian di atas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah paham. Oleh karena itu, perlu diteliti setiap unsur yang terdapat di dalamnya, yaitu:

  1. Simbol-simbol

                 Simbol-simbol berarti things stand for other things atau sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan antara simbol dan “sesuatu” yang dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau sesuatu yang bersifat alamiah, mengandung makna bahwa ucapan si pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis.

  1. Simbol-simbol Vokal

                 Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubuh dengan system pernapasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut haruslah didengar oleh orang lain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk memudahkan si pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari lainnya.

  1. Simbol-simbol vokal arbitrer

Istilah arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Hal ini akan lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, untuk mengatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus, orang Inggris menyebutnya horse, orang Perancis chevel, orang Indonesia kuda, dan orang Arab hison. Semua kata ini sama tepatnya, sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi social yakni sejenis persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.

  1. Suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer.

Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati nurani, logika atau psikologi, namun kerja sama antara  bunyi-bunyi itu sendiri, di dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi, ketetapan intern. Misalnya saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan intonasi).

  1. Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.

Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa  dan masyarakat. Para ahli social menaruh perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut mempengaruhi atau dipengaruhi manusia lainnya. Mereka memandang tingkah laku social sebagai tindakan atau aksi yang ditujukan terhadap yang lainnya.

   Fungsi  Bahasa

  1. Fungsi komunikatif (sebagai sarana komunikasi antar manusia)

Sebagai alat komunikasi pada pokoknya bahasa mencakup tiga unsur yakni, pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi perasaan (emotif), kedua, berkonotasi sikap (afektif) dan, ketiga, berkonotasi pikiran (penalaran). Atau secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut menjadi fungsi emotif, afektif, dan penalaran.

Perkembangan bahasa pada dasarnya adalah pertumbuhan ketiga fungsi komunikatif tersebut agar mampu mencerminkan perasaan, sikap dan pikiran suatu kelompok masyarakat yang mempergunakan bahasa tersebut. Kalau kita ambil sebagai contoh dua unsur dari kebudayaan  suatu bangsa umpamnya seni dan ilmu, maka secara teoritis dapat dikatakan, bahwa kemajuan di bidang seni terkait dengan perkembangan bahasa dalam fungsi emotif dan afektif, sedangkan di bidang keilmuan terkait dengan perkembangan bahasa dalam fungsi penalaran. Tentu saja pembagian ini tidaklah bersifat kategoris yang mutlak, melainkan lebih bersifat pengkotakan yang bersifat gradasi yaitu seni juga dipengaruhi fungsi penalaran bahasa, dan sebaliknya, ilmu akan menjadi steril tanpa diperkaya perkembangan fungsi emotif dan afektif dari bahasa.

  1. Fungsi kohesif atau integrative (sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut)

   Hubungan antara Sarana Ilmiah Bahasa dengan Filsafat Ilmu

Sifat Ilmu yang bersifat intersubyektif menimbulkan harapan akan adanya istilah yang dirumuskan sejelas mungkin, yang dapat diterima secara umum dengan saling mengetahui apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Dugaan-dugaan yang dipunyai oleh A hendaknya dapat dikaji oleh B. Dan hasil kajian tersebut, hendaknya dapat dievaluasi baik oleh C maupun oleh A dan B. Cara yang paling tepat untuk menetapkan pemakaian suatu istilah ialah dengan menggunakan definisi eksplisit. Dalam definisi seperti ini ditetapkan suatu istilah atau suatu gabungan istilah dipakai dalam makna tertentu.

Dalam filsafat keilmuan, memikirkan sesuatu membuat manusia berpikir terus menerus dan teratur, mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan. Komunikasi ilmiah memberi informasi pengetahuan berbahasa dengan jelas bahwa makna yang
terkandung dalam kata-kata yang digunakan dan diungkapkan secara tersusun (eksplisit) untuk mencegah pemberian makna yang lain. Sedangkan untuk Karya ilmiah: tata bahasa, merupakan alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan arti dan emosi dengan mempergunakan aturan-aturan tertentu.

   Kesimpulan

Perkembangan bahasa tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sektor sektor lain yang juga tumbuh dan berkembang. Adanya  upaya untuk lebih memasyarakatkan ilmu di kalangan masyarakat luas dan kaum muda menimbulkan kesenjangan karena kalangan ilmuwan “asyik sendiri” membentuk terminologi ilmiah yang tepat, cermat dan eksak dilihat dari kaca mata fungsi penalaran bahasa; tanpa memperdulikan apakah kata-kata baru mampu berkomunikasi dengan kalangan non-keilmuan sehingga menjadi  asing bagi dunia di luar bidang keilmuan.

Dengan terjadinya hal-hal di atas, yang sekarang harus dipertahankan adalah dengan mengacu kepada kecenderungan umum ke arah usaha menciptakan khasanah kata-kata yang cermat, dapat diandalkan, dan bermakna-tunggal.

   Daftar Pustaka

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu,  Jakarta: PT. Rajagrafindo, Persada, 2007

Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, cet. XIII, Jakarta: Sinar Harapan, 1984.